Icaios : Konflik Lingkungan Bisa Selesai Dengan Konsensus

0
65

Sejumlah konflik yang terjadi dilingkungan masyarakat Aceh bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau konsensus tanpa harus melibatkan penegak hukum, selain biayanya yang murah, penyelesaian konflik secara kekeluargaan cendrung lebih bertahan dibandingkan melalui putusan pengadilan.

Hal itu terungkap dari hasil riset yang dilakukan Pusat kajian internasional tentang Aceh dan kawasan seputar samudera India atau internasional centre for Aceh and india ocean studies (Icaios) di lima kabupaten.

Kelima kabupaten itu masing-masing Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Utara dan Bener Meriah.

Direktur Icaios Saiful Mahdi mengakui kehadiran pemimpin yang bisa diterima oleh kedua belah pihak sangat membantu untuk mempercepat penyelesaian konflik. Ia mencontohkan konflik antara PT Lafarge dengan masyarakat Lhoknga-Leupung menunjukkan pentingnya kehadiran pemimpin yang menjadi penengah konflik dan penentu tercapainya konsensus. Selain itu Saiful mengatakan faktor lain yang sangat menentukan tercapainya konsensus dari sebuah konflik lingkungan adalah peran masyarakat sipil dan media. Begitu juga sebaliknya, kehadiran masyarakat sipil dan media yang berpihak juga berdampak kepada tidak tercapainya konsensus.

”Biasanya konsensus yang diperoleh dengan kehadiran pemimpin yang bisa diterima semua pihak bisa lebih cepat dan bertahan lama, selain itu juga berbiaya murah, begitu juga keterlibatan pihak ketiga seperti LSM dan media, pemberitaan tentang lingkungan misalnya, kalau media berpihak kepada masyarakat atau pemilik modal maka kita bisa bayangkan ini akan mempengaruhi tercapainya konsensus”lanjutnya.

Saiful menyebutkan peneliti menemukan lebih dari 30 jenis konflik dilingkungan masyarakat Aceh, dari 30 kasus itu pihak mencoba meneliti lebih mendalam terhadap delapan studi kasus antara lain kasus perselisihan nelayan dengan nelayan di kecamatan Peukan Bada Aceh Besar, Perselisihan PT Lafarge dengan masyarakat di Lhoknga-Leupung Aceh Besar dan kasus PT RPPI dengan masyarakat Nisam Aceh Utara.

Kasus lain adalah perselisihan antara pembalak hutan dengan masyarakat Lamteuba Aceh Besar dan perselisihan petani kebun dengan peternak di Kecamatan Mesidah Bener Meriah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.