Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menemukan 42 kasus politik uang dan penyalahgunaan fasilitas Negara selama masa kampanye dan hari pemungutan suara 9 April 2014 lalu.
Hal demikian diungkapkan Kepala devisi advokasi MaTA Hafidh pada konfrensi pers hasil pemantauan MaTA di Media Center KIP Aceh, Senin (14/04/2014).
Hafidh mengatakan 42 kasus itu ditemukan di 6 kabupaten/kota yang menjadi sasaran pemantauan MaTA, ke enam daerah itu masing-masing Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireun, Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Hafidh menyebutkan dari 42 temuan itu 25 diantaranya adalah kasus politik uang dan 17 kasus penggunaan fasilitas negara, namun Hafidh mengaku kasus-kasus itu tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak ada yang mau bersaksi karena alasan keamanan.
Hafidh mengaku beberapa temuan sempat dilaporkan kepada pihak Panwaslu, akan tetapi pihak Panwaslu pun tidak menindaklanjuti temuan tersebut, ”Makanya kita menilai panwaslu juga tidak bekerja maksimal dalam mengawal pelaksanaan pemilu di Aceh”ujarnya.
Hafid merincikan untuk kasus politik uang tertinggi dilakukan oleh partai Aceh dan partai Golkar, dengan rincian masing-masing lima kasus, sedangkan untuk penggunaan fasilitas publik terbanyak dilakukan oleh partai Aceh yang mencapai 10 kasus.
Selain itu menurutnya kasus politik uang tertinggi terjadi di kabupaten Bireun yang mencapai 10 kasus, disusul Lhokseumawe 6 kasus dan Aceh Utara 5 kasus. Sementara untuk penggunaan fasilitas negara paling banyak terdapat di kabupaten Pidie yang mencapai 7 kasus, kemudian Bireun 5 kasus dan Banda Aceh 3 kasus.
Hafidh menyebutkan fasilitas negara yang digunakan mulai dari gedung pemerintah, mobil dinas dan sound system milik pemerintah daerah. Hafidh mengatakan tingginya kasus penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye menunjukkan pemerintah daerah tidak netral selama penyelenggaraan pemilu legislatif di provinsi Aceh.
