Puding Coklat untuk Anak-Anak Pengungsi Rohingya

Minggu sore, Nurjanah Husein datang membawa beberapa kotak puding coklat untuk anak-anak pengungsi Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh. Dia membagikannya sendiri ke tangan anak-anak tersebut.

Tangan-tangan kecil dan kurus itu terulur menerimanya. Wajah-wajah polos mereka tampak cerah. Senyum sumringah memenuhi seluruh ruang bawah tanah tempat mereka berteduh selama ini. Mata mereka berbinar-binar, menunjukkan betapa bahagianya anak-anak malang ini.

Mereka duduk teratur di atas lantai beralaskan terpal plastik putih berdebu yang sekaligus menjadi alas tidur mereka. Tidak ada yang ribut. Tidak ada yang berebut. Mereka patuh menerima puding yang diberikan. Lalu, di ruang bawah tanah itu mereka menyantapnya pelan-pelan.

“Hanya puding coklat, karena kita teringat anak-anak ‘kan suka puding coklat,” kata Nurjanah Husein yang akrab disapa Kak Nuu Husein pemilik rumah singgah Yayasan Rumah Kita.

“Puding ini sebenarnya dibikin oleh ibu-ibu rumah singgah Rumah Kita untuk anak-anak, karena mereka yang di rumah singgah tahu apa artinya kehilangan dan ketakutan anak. Misalnya, kanker, thalasemia, segala macam. Jadi, kami ingin berbagi sedikit saja. Ini di-support oleh teman-teman yang lain,” ujar Nuu Husein.

Nuu Husein. (Foto: anterokini.com/Lia Dali)

Rumah Kita merupakan rumah singgah bagi pasien anak dari luar kota. Anak-anak dengan penyakit kanker, thalasemia, jantung, dan penyakit-penyakit non-infeksius lainnya.

Sebagaimana kasihnya untuk anak-anak yang selama ini dijaganya di Rumah Kita, begitu pun sayangnya untuk anak-anak pengungsi Rohingya yang sore itu dia kunjungi.

“Kita perempuan, seorang ibu. Jadi, sama saja, mau anak dimana pun adalah anak-anak. Yang kami bagi ini sedikit saja, sekedarnya, tapi ini adalah bentuk kepedulian. Mudah-mudahan masih dikasih kesempatan untuk bisa berbagi lagi. Saya tidak tau apakah mungkin anak-anak bermain boneka, mobil-mobilan karena anak-anak ‘kan taunya bermain. Mereka tidak tau sana-sini dan kami pun terlepas dari semuanya. Kami ini hanya seorang ibu dan perempuan.” Suara Nuu Husein sedikit tercekat. Matanya memancarkan kesedihan.

Dia tak ambil pusing atas banyaknya framing negatif dan penolakan terhadap pengungsi Rohingya di luar sana. Baginya, hanya berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain.

“Kita punya pilihan, tapi orang ini tidak punya pilihan. Kita yang punya pilihan harus bersyukur, karena banyak saudara kita di sana yang tidak punya pilihan. Kalau berbuat baik, berbuat baik saja karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” tutur Nuu Husein.

Para pengungsi menerima bantuan makanan dari masyarakat yang berempati dengan kondisi mereka. (Foto: anterokini.com/Lia Dali)

Sore itu, tidak hanya Nuu Husein yang datang membawa bantuan makanan untuk para pengungsi. Fachrul Razi yang datang atas nama grup Acehinfo juga hadir dengan membawa beberapa macam makanan dan minuman.

“Ya, harapan kita sesama muslim ‘kan harusnya saling membantu. Jangan melihat sisi negatifnya. Jangan karena kesalahan satu-dua orang Rohingya digeneralisir menjadi seluruh Rohingya itu jelek.” Wajahnya gundah. Ada keresahan di sana.

Fachrul Razi (Foto: anterokini.com/Lia Dali)

“Kita tergerak saja, Kak. Tergerak karena melihat sekarang kepedulian orang Aceh itu sudah tak ada sama sekali, ya ‘kan. Dulu, begitu datang Rohingya, semua bantu. Sekarang nolak-nolak semua saya lihat,” tutupnya.

Ruang basement Balai Meuseuraya Banda Aceh yang selama ini dipakai sebagai tempat parkir, kembali menjadi tempat 137 pengungsi Rohingya itu berteduh, setelah beberapa hari yang lalu mereka diangkut paksa oleh mahasiswa pendemo ke Kanwil Kemenkumham Aceh.

Terdengar azan Magrib berkumandang. Ruang basement semakin temaran. Hari menjelang malam mengantar para pengungsi tidur sambil berharap agar hidup menjadi lebih baik di esok hari.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads