Polemik Penutupan Bank Konvensional di Aceh, BI; Sebagai Otoritas Kami Akan Mengikuti Apa yang Diputuskan

0
325
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Achris Sarwani

Polemik tentang penutupan bank konvensional di Aceh dan belum maksimalnya layanan bank syariah telah menjadi pembicaraan yang luas di Aceh akhir-akhir ini. Redaksi menerbitkan seri wawancara eksklusif dengan sejumlah narasumber penting, ini merupakan seri 1 dari 10 seri wawancara.

Pemerintah Aceh menerapkan aturan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS) yang berlaku sejak diundangkan pada 4 Januari 2019. Akibatnya perbankan nasional menutup kantornya dan meninggalkan Provinsi Aceh pada tahun ini karena terbentur peraturan tersebut. Peraturan tersebut tertuang dalam pasal 2 Qanun LKS. Sejumlah bank yang tidak memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)akan meninggalkan Aceh dan menutup kantor pada Juni 2021.

Qanun ini juga memuat sanksi administratif bagi LKS dan mitra yang melanggar berupa denda uang, peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, pemberhentian direksi dan/atau pengurus LKS, bahkan pencabutan izin usaha.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Achris Sarwani mengatakan keputusan untuk tetap stay atau pergi dari Aceh merupakan keputusan masing-masing manajemen bank. Menurutnya walaupun beberapa bank memilih menutup kantornya di Aceh, tetapi sejumlah perbankan BUMN tetap bertahan dengan beralih ke lini bisnis syariah seperti BRI, BNI, dan Mandiri. Tiga Bank tersebut tetap beroperasi dibawah naungan bank syariah hasil merger yakni Bank Syariah Indonesia (BSI). Sementara bank swasta nasional ada yang memilih hengkang seperti Bank Panin.

Berikut wawancara lengkap Jay Musta dari Kantor Berita Radio Antero bersama Achris Sarwani.

Apakah Bank Indonesia sudah mengkaji secara konfrehensif implementasi dari Qanun Lembaga Keuangan Syariah ini?  Baik dari sisi hukum dan dampaknya.

Betul. Bank Indonesia sebenarnya sejak 3 tahun yang lalu pada saat qanun ini diundangkan di Aceh, kita bersama-sama perbankan, masyarakat perbankan juga sudah bersiap-siap. Jadi, sebenarnya kita sudah mulai tahu kira-kira perencanaan kapan perbankan ini akan bersiap-siap. Dua hal yang paling penting sebenarnya, yang pertama bersiap-siap untuk mengalihkan bisnisnya yang syariah tetap stay di Aceh ataupun beberapa perbankan yang fokus syariah di Aceh dan yang kedua tentunya kalau dia tidak bisa memenuhi ketentuan,dia juga merencanakan untuk pindah dari Aceh. Jadi, dua-duanya terjadi. Pertama mungkin sebagai case.

Lahirnya Bank Syariah Indonesia itu juga dipicu atau di-trigger juga oleh adanya qanun itu dilevel nasional. Merasa timing-nya juga dapat makanya Februari kemarin tiga bank syariah milik pemerintah BUMN yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan BSM bergabung menjadi BSI dan karena berbarengan dengan berlakunya qanun di Aceh yang bank konvensional menjadi tidak diperkenankan di Aceh maka secara teknisnya BSI sebenarnya mengambil alih bukan hanya tiga bank menjadi satu, tetapi 6 bank menjadi satu, khusus di Aceh. Jadi,kita tidak kaget atau kita sudah bisa membayangkan. Mungkin kagetnya, semangat perbankan untuk ini kan masih kira-kira hamper setahun lagi, tetapi semua perbankan sudah mempunyai perkiraan di bulan Juni itu mungkin 90 persen sudah ada keputusan mau stay atau mau meninggalkan Aceh.

Jadi, minta dipercepat gitu ya, Pak?

Mereka melihat timing-nya pas. Khusus untuk BSI memang kita tidak percepat, dipercepat proses internalnya BSI agar segera normal. Segera normal menjadi benar-benar menjadi BSI. Kalau sekarang kan sebelum normal di bulan Juni diperkirakan itu masing-masing nasabah eks. BRI, eks. BNI, eks. BSM yang syariah itu kan belum normal. Jadi, mereka secara teknis masih ada kendala sedikit. Itu masih terjadi, tetapi di bulan Juni nanti itu sudah tidak terjadi lagi. Seperti bank normal saja nantinya.

Apakah Bank Indonesia menjadi Aceh sebagai pilot project perbankan syariah di Indonesia?

Bank Indonesia Aceh sebenarnya sebagai Bank Sentral-nya, terutama terkait dengan kelancaran dari sistim pembayarannya. Namanya transfer antar bank, penggunan uang elektronik, kartu debet,yang lebih ke transaksi perbankan. Jadi, bukan ke kredit atau ke pembiayaan. Kalau kredit atau pembiayaan nanti tunduk pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. Kalau syariah begini. kalau konvensional begini. Itu di sisi pembiayaan. Namun,kalau di sisi sistem pembayaran, kelancaran untuk transaksi, kelancaran untuk melakukan pembayaran misalnya antara nasabah untuk bias sesuai dengan kebutuhan ekonominya, rahasia ekonominya. BI berkewajiban tidak ada gangguan kelancaran transaksi ini makanya BI -bank otoritas system pembayaran-memastikan dari awal kalau terjadi konversi harus tidak mengganggu kelancaran sistim pembayarannya yang mengganggu kelancaran transaksi bisnisnya.

Sebelumnya Gubernur Aceh meminta penundaan implementasi Qanun LKS hingga 2026. Apa tanggapan Anda?

Kami sebagai otoritas nasional sebenarnya kembali kepada sebagaimana kami tunduk atau mengikuti ketetapan yang sudah ditetapkan qanun. Jadi, kalau misalnya ada qanun baru yang dilahirkan oleh Pemerintah Aceh dan DPRA yang mengatakan misalnya ini ditunda, ya, pasti kita ikut, tetapi belum ada itu. Kami tidak melihat itu, hitam putih kan melihatnya. Harus tunduk benar-benar ada qanun. Kalau ada qanun yang mencabut berarti kita tidak menjalankan lagi. Sebenarnya, kami tidak akan terbawa arah kondisi seperti apa. Namun, kami diminta pendapat, diminta informasi, kami berikan, sebagaimana kondisinya. Keputusan akhir itu tetap harus keputusan rakyat Aceh melalui pemerintah dan DPRA. Posisi kami seperti itu. Baik BI maupun OJK.

Kalangan dunia usaha mengeluhkan soal ini dan meminta tetap ada bank konvensional di Aceh, bagaimana kebijakan Bank Indonesia?

Sebagai otoritas BI maupun OJK, sistem yang dibolehkan di Indonesia itu memang dua sistem. Itu boleh dua-duanya. Sistem konvensional maupun sistem syariah. Nah, di Aceh karena Aceh memiliki kekhususan sendiri dan Aceh memutuskan sendiri untuk khusus konvensional, ya, tidak bermasalah karena memang secara undang-undang dijamin. Boleh seperti itu. Bisa jadi kalau di tempat lain, di provinsi lain, ya,tidak boleh karena dia tidak mempunyai undang-undang kekhususan seperti Aceh. Jadi, kami melihat ini karena kekhususan Aceh. Kita akan ikuti. Kami pun dari sisi bagaimana Aceh mengambil keputusan untuk menjadi full syariah sistemnyapun sebenarnya sangat inline dengan keinginan Republik Indonesia ini untuk memiliki ekonomi dan keuangan syariah yang besar, yang tumbuh. Salah satu pertumbuhannya itu didorong oleh lahirnya kekhususan Aceh ini. Secara kue nasional, ekonomi perbankan syariah langsung naik. Terbukti tadi, BSI lahir salah satu trigges-nya adalah keputusan pemerintah dan rakyat Aceh untuk Qanun LKS ini.

Kesiapan bank syariah ini apakah sudah benar-benar siap dari sisi konsep maupun layanannya? Apakah dibutuhkan waktu lebih lama untuk transisi?

Betul. Salah satu yang harus kita identifikasi pada saat kira-kira sekitar 6 bulan yang lalu atau tahun lalulah tepatnya, pertengahan tahun lalu adalah seberapa siap bank-bank ini secara teknis. Salah satunya kita diuntungkan dengan lahirnya BSI ini untuk mereka menjadi sesegera mungkin. Sebagai contoh, BSI ini kan merencanakan awalnya untuk bisa normal menggabungkan 6 bank, kalau di Aceh, itu kira-kira di bulan November. Kita minta percepat termasuk dari Pak Gubernur, dari kita sesama pelaku usaha di sini. Kita meminta kepada Menteri BUMN sebagai atasannya BSI dan kepada Direksi BSI untuk bisa mempercepat dan alhamdulillah seharusnya dibulan November nanti,bisa dipercepat dibulan Juni. Artinya, kita tunggu 2 bulan kedepan. Dua bulan setengah,ya,tepatnya, kedepan itu kendala teknis yang kita rasakan mungkin saat ini Insya Allah sudah sama sekali tidak ada lagi. Jadi, kita yakin dengan kemampuan BSI. BSI, bank ini menjadi nomor 7 nasional. Tidak terjadi bank syariah sebesar itu. Dulunya masing-masing bank itu kan kecil, sekarang tiba-tiba berkumpul, besar.Termasuk nanti pembiayaan ekonomi akan kebutuhan buisinessman, kebutuhan para pengusaha di Aceh itu bisa dipenuhi oleh BSI. Oleh Bank Aceh Syariah dengan lebih mudah karena kapasitasnya yang dia bisa. Jadi, sabar sedikit. Dua bulan setengah ini Insya Allah. Mengakui bahwa kami teman-teman BSI, teman-teman eks. BRI Syariah pun kita internal, kita memang harus menyesuaikan, nanti kita bisa dorong untuk secepat-cepatnya. Insya Allah di bulanJuni ini normal.

Kapan batas waktu bank konvensional beroperasi di Aceh?

Batasnya sebenarnya sesuai dengan qanun yaitu 4 Januari 2022. Namun,jika dilihat, kok dari sekarang sudah banyak yang meninggalkan Aceh? Itu keputusan masing-masing organisasi, masing-masing perbankan, masing-masing perusahaan. Tidak salah karena mereka sudah bisa memutuskan sekarang, ya, sekarang saja. Paling banyak itu dibulan Juni nanti. Itu keputusan mana yang stay mana yang akan meninggalkan. Terakhir kemarin BI menerima kedatangan Direktur Utama Bank Bukopin Syariah yang menyampaikan untuk hadir di Aceh. Artinya, mengambilalih konvensional di Aceh ini. Semua asetnya diambil alih oleh Bank Bukopin Syariah nanti. Sebagai contoh seperti itu. Jadi, memang ada yang benar-benar mengambil komponen action-nya berupa seperti itu. Ada juga yang memutuskan, “Saya belum siap. Mendingan saya mundur dulu.” Itu case-nya di Panin Bank. Panin Bank mengatakan, “Saya keluar dulu dari Aceh.” Walaupun mungkin dia punya Panin Syariah, tetapi dia memilih untuk mundur dulu. Mungkin secara strategi bisnisnya dalam jangka pendek Aceh belum dimasukkan. Sebaliknya, Bukopin Syariah melihat itusebagai peluang. Jadi, masing-masing bank mempunyai strateginya sendiri-sendiri.

Bagaimana jika masyarakat melakukan gugatan class action, apa tanggapan BI?

Kembali ke namanya proses demokrasi. Sebagaimana dulu juga keputusan ini adalah keputusan politik.Silakan saja karena memang itu nanti juga akan mengikuti jalurnya yang akan dilakukan. Kita tidak bisas menyalahkan perbankannya, kan perbankan tunduk kepada qanun.  Jadi, kalau class action yang dimaksud itu untuk meminta DPRA dan Pemerintah Aceh melihat kembali qanun, ya, itu hak rakyat juga. Namun, kalau untuk memaksa perbankan, emang ngapain, ya,karena kalau perbankan yang ada di Aceh atau Lembaga Keuangan Syariah di Aceh tidak tunduk pada undang-undang qanun,itu malah melanggar undang-undang. Setia. Jadi,setianya tadi, supaya tidak melanggar undang-undang, “Kalau saya tidak mampu menjadi bank syariah, ya, saya harus keluar. ”Kebalikannya begitu kan? Kalau dia mampu berarti dia ubah. Jadi, kami tidak melihat kalau dari sisi perbankan, sebagai bisnis, ya,harus mengikuti undang-undang yang berlaku. Namun, sebagai haknya masyarakat, Pemerintah Aceh, DPRA, itu silakan. Kami sebagai otoritas akan mengikuti apa yang diputuskan oleh keputusan politik tersebut.

LIA DALI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.