Ilmuwan: Mencegah Pandemi Lebih Murah daripada Menyembuhkannya

Dunia perlu pendekatan baru untuk mencegah pandemi di masa depan membunuh jutaan korban, menurut sebuah laporan dari organisasi bentukan PBB.

Laporan itu mengatakan bahwa kontak antara manusia, satwa liar, dan ternak harus dibatasi demi mengurangi risiko penyebaran bakteri dan virus dari hewan ke manusia.

Perawatan kesehatan harus disediakan bagi orang-orang yang tinggal dekat dengan hewan di daerah berisiko tinggi.

Ini akan membantu menghentikan wabah penyakit sebelum menyebar lebih luas.

Pendekatan umum diperlukan, kata laporan itu, sehingga pencegahan pandemi menjadi hal biasa di seluruh dunia.

Upaya mencegah wabah bisa ratusan kali lebih murah daripada menanggung konsekuensinya yang suram, menurut para penulis.

Mereka menyerukan agar masyarakat berhenti merambah lahan liar dan makan lebih sedikit daging, karena industri mendorong kontak antara manusia dan patogen yang muncul.

Sejumlah penyakit manusia berasal dari kelelawar, tapi para pakar mengatakan mereka tidak bisa disalahkan. (Getty Images)

Laporan itu mengatakan pemerintah harus bekerja sama untuk menghindari pandemi di masa depan, dan harus segera mengatasi wabah.

Ia memperingatkan bahwa, tanpa rencana global yang terkoordinasi, lebih banyak orang akan mati karena pandemi di masa depan yang lebih berbahaya daripada Covid-19.

Dokumen itu disusun oleh IPBES (Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services), organisasi bentukan PBB. Mereka ditugaskan untuk melindungi alam atas nama manusia.

Mereka memperingatkan bahwa pandemi saat ini bisa merugikan ekonomi dunia sebesar $16 triliun (Rp234 triliun) pada musim panas mendatang.

Namun tindakan pencegahan – misalnya penindakan perdagangan satwa liar – membutuhkan biaya antara $40 miliar $58 miliar per tahun. Ini jumlah yang sangat besar, tapi kecil dibandingkan ongkos ekonomi untuk mengatasi pandemi seperti Covid-19.

Para penulis mengatakan risiko pandemi meningkat pesat, dengan lebih dari lima penyakit baru muncul setiap tahun.

Laporan itu memperingatkan bahwa 70% penyakit baru seperti ebola dan zika, serta hampir semua patogen yang diketahui berpotensi menjadi pandemi, seperti influenza, HIV, dan virus corona baru, berasal dari hewan.

Penyakit-penyakit ini “tumpah” melompat dari satu spesies ke spesies lain saat terjadi kontak antara hewan liar, hewan ternak, dan manusia.

Laporan itu mengatakan mamalia dan burung diperkirakan membawa lebih dari satu juta virus yang belum diketahui.

Laporan itu merekomendasikan:

  • pembentukan panel untuk pencegahan pandemi yang terdiri dari para pakar, seperti halnya panel perubahan iklim dunia;
  • perjanjian internasional untuk membangun kesiapan, meningkatkan upaya pencegahan, dan mengendalikan wabah;
  • pendekatan umum dalam menilai proyek penggunaan lahan yang bisa mengekspos manusia ke virus hewan.

Dokumen itu mengatakan: “Pandemi menjadi semakin sering. Tanpa strategi pencegahan, mereka akan muncul lebih sering, menyebar lebih cepat, membunuh lebih banyak orang, dan memengaruhi ekonomi global dengan dampak yang lebih merusak.”

Ia mengkritik strategi saat ini yang mengandalkan vaksin baru untuk merespons penyakit setelah mereka muncul.

Para penulisnya berkata: “Covid-19 menunjukkan bahwa ini jalan yang lambat dan tidak pasti, sementara ongkos manusia terus menumpuk dalam bentuk kehilangan nyawa, penderitaan sakit, ambruknya ekonomi, dan kehilangan mata pencaharian.”

Para penulis mengidentifikasi hal-hal yang mendorong pandemi, termasuk ekspansi dan intensifikasi pertanian, perdagangan hewan liar, konsumsi hewan liar, dan perjalanan global.

Rekomendasi untuk mengurangi konsumsi daging hewan ternak dan hewan liar – terutama dari hotspot munculnya penyakit – bisa jadi menghadapi penolakan dari negara-negara seperti Brasil.

Peternakan dan produksi pakan hewan berkontribusi cukup banyak pada ekonomi negara di Amerika Selatan itu.

Akan tetapi laporan lain telah memperingatkan bahwa mengurangi makan daging juga akan melindungi alam, meningkatkan kesehatan manusia, dan melawan perubahan iklim.

Para penulis mengatakan pemanasan iklim punya andil dalam kemunculan penyakit, contohnya tick-borne encephalitis, radang otak yang disebabkan oleh virus yang dibawa kutu.

Mereka mengatakan risiko penyakit di masa depan bisa meningkat bila terjadi pergerakan manusia, kehidupan liar, dan patogen dengan cara yang mengakibatkan kontak baru antar spesies.

Profesor Matthew Baylis dan Universitas Liverpool, yang tidak terlibat dalam laporan baru ini, berkata kepada BBC News: “Memperlambat degradasi lahan alami akan sama sulitnya bagi politikus dan masyarakat dengan mencegah perubahan iklim”.

“Akan tetapi ongkos manusia, sosial, dan ekonomi yang sangat besar dari pandemi Covid-19 menjadi argumen yang kuat untuk tindakan global. Salah satu bonusnya ialah tindakan ini juga bisa berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim (dengan menjaga lahan alami)”.

Manusia perlu mengurangi deforestasi dan membangun kembali hubungan yang sehat antara manusia dan hutan namun semua itu perlu kehendak politik dari penguasa. (EPA)

Pasti akan ada banyak pertanyaan tentang angka-angka dalam laporan ini.

Penulis utama, Peter Daszak, berkata kepada BBC News bahwa semua perhitungan didasarkan pada makalah ilmiah yang sudah terbit.

“Tentu saja sulit memprediksi hal yang tidak diketahui dan angka sebenarnya bisa lebih besar atau lebih kecil. Akan tetapi sangat, sangat jelas bahwa ongkos untuk pencegahan jauh lebih kecil daripada ongkos [menangani] pandemi besar.”

Profesor Kate Jones dari Universitas College London (UCL), yang tidak ikut serta dalam penulisan dokumen ini, mengatakan: “Jelas bahwa penghitungan biaya ini agak spekulatif.

“Tapi tampaknya hitung-hitungan kasar ini benar, terutama mengingat seberapa besar ongkos pandemi saat ini – dan ini sebenarnya tidak begitu besar, mengingat rentang kemungkinan jenis-jenis penyakit ini.”

Betapapun meyakinkannya angka-angka ini, keputusan tentang pandemi akan ditentukan oleh politik global.

Lee Hannah, dari kelompok lingkungan Conservation Internasional, berkata kepada BBC News: “Tantangannya bukan apa yang harus dilakukan, kita tahu itu – kurangi deforestasi dan bangun kembali hubungan yang sehat antara manusia dan hutan.

“Pertanyaannya adalah apakah ada kehendak politik untuk menginvestasikan $10 miliar atau lebih secara global setiap tahun , dan kemudian mempertahankan investasi itu demi menghindari triliunan dolar dalam bentuk kerusakan serta kehilangan nyawa dan gangguan pada nyawa yang tak terhitung nilainya.” BBC Indonesia- detikNews

#satgascovid19#ingatpesanibu#ingatpesanibupakaimasker#ingatpesanibujagajarak#ingatpesanibucucitangan#pakaimasker#jagajarak#jagajarakhindarikerumunan#cucitangan*#cucitangandengansabun

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads