Minta Kejelasan Bendera Aceh, DPRA Akan Temui Jokowi

Badan Legislasi (Banleg) DPRA berencana akan menjumpai Presiden Joko Widodo (Jokowi), menyampaikan seputar polemik bendera daerah Aceh, Bintang Bulan. Menurut pemahaman pihak Banleg, persoalan bendera sudah tuntas dan tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi.

“Kita berencana akan menyampaikan langsung persoalan bendera ini kepada Presiden. Rencana dalam waktu dekat ini,” kata Ketua Banleg DPRA, Iskandar Usman Al-farlaky.

Dari pertemuan nanti diharapkan Presiden bisa melakukan upaya cepat untuk menyelesaikan polemik terkait bendera. Sebab menurut Iskandar, Qanun Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh sudah berlaku sah.

“Qanun tersebut sudah sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan manapun di Republik ini. Untuk itu saya sebagai Ketua Bangleg DPR Aceh berharap Presiden segera turun tangan menengahi polemik ini agar tidak berlarut-larut,” ujar Iskandar, Minggu (23/8)

Iskandar mengatakan, qanun yang telah disahkan DPRA pada 2013 itu telah dikonsultasikan kepada pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Awalnya sempat dikabarkan bahwa qanun itu ditolak oleh pusat, namun menurut Iskandar, berdasarkan telaah terhadap dokumen yang ada, tidak ada ditemukan penolakan terhadap ketentuan dan isi qanun tersebut yang disampaikan resmi oleh Pemerintah Pusat.

“Hal ini sudah saya klarifikasikan ke pihak terkait yang terlibat pada saat konsultasi berlangsung. Intinya, tidak pernah ada yang namanya pembatalan sebagaimana digembar-gemborkan selama ini,” ujarnya.

Dia berpandangan, secara yuridis qanun tersebut mestinya sudah dinyatakan berlaku, sebab hanya tiga hal yang bisa membatalkan aturan daerah atau qanun. Pertama, dicabut sendiri oleh Gubernur atau DPR Aceh, dibatalkan oleh Mendagri melalui Perpres sebagaimana disebutkan dalam UU No 11 Tahun 2006, atau pembatalan oleh MK melalui judicial review.

“Hingga saat ini tidak pernah ada rekomendasi Kemendagri yang secara resmi menolak ataupun mencabut pemberlakuan qanun tersebut. Dengan demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, maka tidak ada lagi persoalan dengan Qanun Bendera,” tegasnya

Iskandar menegaskan, kewenangan Aceh menggunakan simbol-simbol wilayah seperti lambang dan bendera telah lebih dulu diamanatkan dalam MoU Helsinki. Jadi tidak benar kalau disebutkan persoalan bendera dan lambang tidak diatur dalam MoU.

“Dalam hal bendera dan lambang, Aceh jelas punya otoritas yang juga dijamin undang-undang. Tapi kenapa masih dipersoalkan? Bahkan gara-gara menaikkan bendera daerahnya ada yang diancam pidana. Untuk itu kita akan beritahukan hal ini kepada Presiden agar jelas,” demikian Iskandar Usman.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads