Saksi ahli yang dihadirkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Bambang Hero, memberikan kesaksian yang membingungkan dalam persidangan pidana kasus kebakaran lahan perkebunan sawit di Nagan Raya.
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Meulaboh itu, Bambang Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim yang diketuai oleh Rahmawati, memaparkan hasil penelitiannya atas terbakarnya lahan milik PT SPS seluas 1.200 hektar, Senin (23/2/2015).
Dari luas lahan yang terbakar itu, ia mengaku mengambil sampel tanah di tujuh titik dan menyebut sejumlah koordinat. Sampel itu kemudian diteliti di laboratorium Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bambang menyimpulkan bahwa api seperti sengaja dibakar dan secara sistematis diarahkan untuk membakar tanaman-tanaman yang jelek. “Maksudnya untuk menekan biaya operasional,” ujar Bambang.
Ketika ditanya bagaimana metode penentuan sample yang hanya tujuh titik dari lahan terbakar seluas 1.200 hektar itu, Bambang mengaku suka-suka dirinya sebagai ahli. Dia beralasan, untuk areal yang kondisinya sama, dia tidak perlu membuat sample yang banyak.
Namum, ketika ditanya oleh pengacara PT SPS, Bambang mengaku bahwa bahan dari sample tersebut dianalisa di laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan dengan metode kualitatif atau deskriptif. Bambang mengakui bahwa laboratorium yang digunakannya memiliki peralatan sederhana. “Untuk melakukan pendalaman, kami bekerjasama dengan pihak lain,” ungkap Bambang.
Dalam laporannya, ahli dari IPB itu juga menyampaikan hitung-hitungan kerugian akibat kebakaran tersebut dilihat dari aspek pelepasan emisi, yakni mencapai Rp 439 milyar. Padahal, ketika ditanyakan oleh penasehat hukum, apakah dirinya ahli valuasi ekonomi, dia menjawab tidak memiliki keahlian tersebut.
“Saya menghitung ini berdasarkan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” lanjut Bambang
Kepada majelis hakim, Bambang mengaku dirinya adalah ahli kebakaran. Namun, dalam laporan yang kemudian menjadi dokumen sidang, dirinya memberikan penilaian dari sudut pandang keahlian lain, seperti hama dan penyakit tanaman, kualitas bibit, pupuk, valuasi ekonomi dan lain-lain. Bahkan Bambang berani menyimpulkan ada beberapa tanaman sawit berkualitas jelek, dengan parameter mudah dicabut, bibit jelek, terkena hama/penyakit dan tidak dipupuk. “Itulah yang menyebabkan kebakaran mudah terjadi.”
Usai persidangan yang berlangsung hingga pukul 11 malam itu, kuasa hukum SPS, Rivai Kusumanegara, mempertanyakan kredibilitas saksi ahli yang diajukan oleh KLH itu.
“Ini fatal dan tidak kredible. Masa sih, seorang ahli cara penelitian dan kajiannya seperti ini. Dia juga sering mengelak dari pertanyaan tanpa alasan yang jelas. Tidak ada ahli yang menguasai semua bidang seperti saksi ahli tersebut. ” kata Rivai.
Sementara itu Tim Penasehat hukum PT SPS lainnya, Trimoelja D Soerjadi, juga menyoal tentang perhitungan kerugian ekologi yang disodorkan saksi ahli tersebut.
“Terjadi double count karena dalam hasil penelitian yang menjadi dasar gugatan perdata dan tuntutan pidana kepada SPS, jika sudah dihitung biaya pemulihan, maka kerugian ekologinya tidak perlu lagi dihitung, karena sudah direhabilitasi dengan biaya pemulihan,” ungkap Trimoelja.
“Untuk keperluan apapun, apa yang ditulis sebagai ahli itu harus benar. Seorang ahli harus bisa menjamin kebenaran hasil penelitiannya berdasarkan data ilmiah dan perhitungan ilmiah. Karena ini perkara pidana, orang bisa masuk penjara gara-gara dari pengambilan sampel yang tidak benar dan kajian yang tidak kompeten,” pungkas Trimoelja.
Atas kesaksian tersebut, pihak pengacara SPS menyatakan bahwa tuntutan pidana terhadap PT Surya Panen Subur (PT SPS) tidak layak. Hal ini dikarenakan pihak KLH mendasarkan tuntutan pada hasil uji ahli yang diragukan kredibilitasnya.