Dalam catatan Walhi Aceh sepanjang 3 tahun terakhir sudah terjadi 606 kali banjir, 170 kali di antaranya terjadi pada tahun 2008, 213 kali di tahun 2009 dan 223 kali hingga Oktober 2010.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar mengatakan untuk kawasan pantai barat diprediksikan banjir akan semakin besar diakibatkan oleh pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan karet, sawit dan aktivitas tambang.
Zulfikat mencontohkan konversi rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Menurutnya luas hutan rawa tripa mencapai 61.801 hektar kini hanya tinggal 31.410 hektar. Artinya hutan – hutan produktif yang mampu menyerap air sudah berkurang hingga 50 persen. Untuk itu pihaknya meminta Pemprov Aceh segera melakukan evaluasi dan inventarisasi terahadap seluruh investasi – investasi maupun HGU yang ada diwilayah Barat Selatan.
“Kalau bicaranya kan selalu tanggap darurat dan reaktif dan itu pun sangat lambat sekali penanganannya, seharusnya pemerintah sekarang memikirkan apa sebenarnya yang menjadi penyebab dari banjir- banjir itu, kalau selalu bersikap reaktif tanpa berfikir penyebab kita rasa selalu akan bertambah itu banjir, jadi sebenarnya kita harus mencari tau sebenarnya apa penyebab dan melakukan antisipasi terhadap pembangunan yang lebih ramah lingkungan,” jelasnya.
Zulfikar mengaharapkan, Pemprov Aceh agar menempatkan penanggulangan bencana sebagai skala prioritas. Perencanaan pengelolaan pembangunan dalam perspektif resiko bencana harus segera dilaksanakan dan dilakukan kajian serius terhadap ancaman dan kerentanan.
Lebih lanjut Zulfikar menambahkan bencana memberikan dampak yang cukup parah bagi masyarakat. Setidaknya puluhan hektar lahan pertanian dan perkebunan milik masyarakat rusak, serta aktivitas masyarakat terganggu. (im)