Koalisi Peduli Hutan Aceh (KAPHA) menolak qanun rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Aceh 2013-2033 yang disahkan oleh DPR Aceh pada Jum’at 27 Desember 2013 lalu.
KAPHA menilai qanun RTRW Aceh yang baru disahkan lebih berpihak kepada pengusaha bukan kepada masyarakat.
Hal demikian disampaikan KAPHA saat menggelar aksi unjuk rasa di gedung DPR Aceh, Senin (30/12/2013).
Juru bicara KAPHA Effendi Isma mengatakan dalam qanun RTRW yang baru disahkan sama sekali tidak mengakomodir usulan-usulan dari masyarakat sipil, menurut Effendi qanun RTRW seharusnya memberikan kenyamanan dan jaminan kehidupan bagi rakyat Aceh, khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan.
KAPHA menuding Pansus qanun RTRW telah mengabaikan masyarakat adat Aceh (mukim), oleh karena itu mereka meminta agar Mendagri untuk melakukan koreksi terhadap qanun RTRW tersebut.
“Tata ruang seharusnya untuk rakyat bukan untuk menampung birahinya para pengusaha dan birokrat-birokrat rakus, hidup kita diatas tanah kita, jangan mau status tanah kita dihilangkan oleh para anggota dewan yang kita pilih itu”lanjutnya.
Sementara itu aktifis lingkungan TM Zulfikar menyebutkan kesalahan pada tata ruang telah menyebakan bencana yang tidak henti-hentinya melanda Aceh, khususnya bencana banjir yang saat ini terjadi disebagian wilayah Aceh, pada kesempatan itu TM Zulfikar juga meminta masyarakat untuk tidak lagi memilih caleg-caleg yang tidak peduli terhadap keselamatan lingkungan.
“Qanun ini belum memenuhi syarat, hari ini disejumlah wilayah Aceh banjir, makanya tata ruang menjadi penting, hutan harus dilindungi”ujarnya.
Pada kesempatan tersebut ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh M. Nur justru mempertanyakan peran Wali Nanggroe yang diberikan kewenangan oleh DPR Aceh untuk mengawasi hutan Aceh sebagaimana disebutkan dalam qanun RTRW Aceh.
“Hutan Aceh akan dikelola oleh Wali Nanggroe, ini kita pertanyakan, karena apakah izin-izin yang sudah terbit bisa ditarik oleh Wali Nanggroe, kita pertanyakan juga bagaimana posisi Wali Nanggroe dalam mengelola hutan”lanjutnya.
Sementara itu aksi yang diikuti oleh perwakilan masyarakat dari 13 kabupaten/kota di DPR Aceh Senin siang sempat terjadi kericuhan kecil antara para pengunjuk rasa dengan pihak kepolisian yang mengawal aksi.
Seperti diberitakan sebelumnya DPR Aceh mengesahkan qanun RTRW Aceh 2013-2033.
Ketua Pansus RTRW Aceh Anwar Ramli mengatakan pengawasan terhadap hutan Aceh akan dilakukan oleh majelis hutan Aceh yang berkedudukan dibawah lembaga Wali Nanggroe. Selain itu menurut Anwar, istilah hutan Lauser dan hutan ulu masen juga akan dihilangkan dan akan digunakan satu istilah yaitu hutan Aceh.