Lembaga Dakwah pada dasarnya adalah suatu kelompok yang terlibat dalam kegiatan dakwah serta mendorong amar ma’ruf nahi munkar untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kegiatan dakwah mencakup semua unsur dakwah, termasuk materi dakwah atau ajakan, yang dapat mencapai tujuan dan maksudnya.
Lembaga dakwah akan efektif jika memiliki tujuan yang tepat dan diperlukan pengorbanan yang wajar untuk mencapainya. Lembaga Dakwah juga berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan dakwah, baik melalui penyediaan materi, pelatihan da’i, dan pengembangan dakwah Islam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dakwah harus diperhatikan dengan cermat karena terkait dengan umat Islam, yang memiliki pemahaman yang beragam.
Lembaga Dakwah hadir untuk mentransformasi nilai-nilai Islam. Transformasi bisa juga diartikan sebagai perkembangan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik lagi, karena substansi dari pada dakwah itu bukan hanya pemahaman mana yang benar dan mana yang salah, namun juga merupakan usaha untuk mengubah kondisi umat manusia dari hal yang munkar kepada hal yang ma’ruf.
Dalam perspektif historis, dakwah Islam dengan realitas sosial kultural akan menemukan dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan pengaruh terhadap manusia dan lingkungannya melalui dasar filosofis, arah, dorongan serta pedoman kepada masyarakat sehingga terbentuknya sebuah realitas baru. Dan yang kedua, dakwah Islam dapat dipengaruhi oleh ssstem sosial kultural yang berlaku pada masyarakat setempat. Kemungkinan yang kedua ini mengakibatkan sistem dakwah menjadi bergerak dan berkembang. Akibatnya, kondisi ini menuntut para pelaksana dakwah untuk dapat merumuskan konsep dan pengemasan dakwah yang sesuai dengan kondisi dan juga kebutuhan umat pada saat sekarang ini.
Seiring dengan berkembangnya Dakwah pada saat ini tentunya tidak luput dari peran Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (NU) dan juga Muhammadiyah. Kedua Lembaga Dakwah ini memiliki peran penting di dalam berkembangnya dakwah dari masa ke masa. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya pengikut di Indonesia yang mengikuti paham dari kedua Lembaga tersebut. Banyak juga yang menjadikan NU atau Muhammadiyah ini sebagai kiblat dalam beribadah bahkan juga dalam hal aqidah. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui sejauh mana kedua Lembaga Dakwah tersebut dalam melakukan perkembangan dan evolusinya yang terus eksis dari awal Lembaga itu dibentuk sampai dengan saat ini.
A. Perkembangan dan Evolusi Lembaga Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam yang didirikan di Surabaya oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para ulama pesantren pada tanggal 31 Januari 1926 Masehi (16 Rajab 1344 Hijriah) di Jawa Timur. Organisasi NU berakidah Islam yang berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menganut salah satu mazhab empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sebagai organisasi yang bermotif keagamaan segala sikap, perilaku, dan karakter perjuangan NU akan selalu diukur berdasarkan norma dan prinsip ajaran agama Islam.
Salah satu tujuan dari berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) adalah untuk mempertahankan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, serta menyatukan langkah para ulama dan pengikutnya, dan melakukan tindakan yang dimaksudkan untuk menguntungkan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian martabat dan harkat manusia. Ketika NU berkembang di Indonesia, mereka juga membuka banyak cabang di berbagai daerah yang ada.
Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Nahdatul Ulama
Banyak madrasah telah muncul di samping pondok pesantren yang sudah lama ada di Indonesia setelah NU resmi berdiri menjadi jam’iyah pada tahun 1926. Dengan mempertimbangkan situasi saat itu, Muktamar II tahun 1927 membahas perbaikan metode pengajaran di pondok pesantren dan madrasah-madrasah. Kemudian, pada Muktamar III tahun 1928 di Surabaya, membahas tentang pengembangan dan perluasan madrasah dan pondok pesantren.
Urusan madrasah atau sekolah, yang disebut Ma’arif, merupakan salah satu program permanen Nahdatul Ulama. Program kerja Nahdlatul Ulama tidak semata-mata bertujuan untuk mencapai tujuan baru; lebih dari itu, mereka adalah manifestasi dari pelaksanaan ajaran agama Allah di bidang pendidikan dan pengajaran. Demikian pula, tugas Madrasah atau Sekolah adalah untuk melaksanakan perintah agama di bidang pendidikan dan pengajaran, dan juga merupakan bagian dari upaya Nahdlatul Ulama untuk mencerdaskan bangsa dan umat. Sebagian besar madrasah atau sekolah Ma’arif Nahdlatul Ulama didirikan, dibangun, dan dibiayai oleh masyarakat sendiri. Mereka kemudian bergabung dengan Ma’arif Nahdatul Ulama dan bersedia mengikuti komando, bimbingan, dan pengawasan Ma’arif. Organisasi ini benar-benar tumbuh dari bawah, berakar di tanah masyarakat Kaum Muslimin Indonesia.
NU telah mendirikan divisi pendidikan yang terorganisir dan tetap berada dalam naungan NU yang diberi nama Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP. Ma’arif NU). Lembaga ini merupakan salah satu apparat Departementasi di lingkungan NU yang didirikan dengan tujuan mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Lembaga Pendidikan Ma’arif didirikan berdasarkan cita-cita para Ulama NU yang melihat kondisi umat Islam, dimana ketika penjajahan Belanda menjadi sangat terpuruk, dalam keadaan tertinggal dari lembaga Pendidikan yang dikelola oleh Belanda, ataupun yang dikelola oleh organisasi keagamaan yang lainnya.
Pengelolaan yang tidak baik dan pemusatan konsentrasi para aktifis pada kegiatan politik pada tahun 1970-an menjadi penyebab lemahnya sistem pengelolaan pendidikan NU. Lembaga Pendidikan Ma’arif yang bertugas mengurus dan mengelola sekolah ataupun madrasah dari awal tahun 1970-an sudah mengkhawatirkan penyusutan anggotanya. Pada masa itu 30 % anggotanya telah menarik diri dari lembaga NU.
Konstribusi Lembaga Pendidikan NU Dalam Pengembangan Pendidikan Di Indonesia
Salah satu usaha NU untuk menciptakan konsistensi dan keutuhan langka perjuangannya dalam bidang pendidikan, kaum NU berusaha untuk menetapkan arah dan meletakkan landasan dasar kebijakan pengembangan program pendidikan di lingkungan mereka. Modal pendidikan yang dimiliki kaum NU dibuat sehingga mereka dapat menjadikan peran khusus dan memberikan sumbangan berharga untuk upaya penataan kembali sistem pendidikan nasional.
Peranan maupun sumbangan tersebut pada dasarnya dapat dilihat sebagai berikut:
- Sistem pendidikan yang dikembangkan NU berwatak mandiri misalnya dalam pengelolaannya, sehingga jiwa kemandirian tersebut bila dikembangkan dapat menjadi sumbangan bagi pendidikan nasional.
- Perpaduan antara jiwa penggerakan dan keharusan mengorganisi diri.
Imam Suprayogo mengemukakan bahwa dalam perkembangannya, NU telah menepatkan Lembaga pendidikannya pada posisi strategis yaitu sebagai lembaga pendidikan alternatif, posisi yang besifat partisipatif, dan posisi komplementer. Oleh karena itu, peranperan NU dalam Pendidikan sesungguhnya amat kaya dan strategis.
Dari perspektif sosial LP. Ma’arif sangat berkontribusi pada pembentukan watak sosial masyarakat yang berpendidikan, seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa madrasah atau sekolah yang terletak di daerah pedesaan atau di pelosok desa sebagian besar berada di bawah pengawasan Universitas Negeri. Akibatnya, masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah yang agak jauh dari perkotaan, tidak menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu, budaya NU terus mempromosikan warisan kebudayaan kepada Ahlusunnah Waljama’ah melalui bacaan-bacaan atau pelajaran madrasah, kesenian, dan lainnya, khususnya untuk anak-anak dan generasi muda. Misalnya, pelajaran ke-NU yang banyak membahas tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan NU mulai dimasukkan ke dalam ujian sumatif pada tahun 1993, dengan didukung sarana dan prasarana tempat belajar yang membantu. Dengan didirikannya sekolah kejuruan SMK Ma’arif NU pada tahun 1991, pendidikan di lingkungan NU semakin terasa dalam masyarakat. Ini menghasilkan lulusan yang siap untuk langsung bekerja.
Nahdatul Ulama memberikan keilmuannya melalui banyak lembaga pendidikan, termasuk pesantren. Pesantren memiliki nilai unik yang jarang dimiliki oleh lembaga lain. Pesantren terbuti dapat bertahan dalam masyarakat yang berkembang dengan berbagai kekhasan dan subkulturnya. Namun demikian, masih ada banyak kekurangan, seperti model kepemimpinan yang terlalu sentralistik yang bergantung pada kharisma kiai atau otoritas perseorangan, tidak mendorong kritik santri, pengajaran yang tidak direncanakan, dan sebagainya.
Konstribusi NU Dalam Pengembangan Organisasi
Nahdlatul Ulama memiliki tiga perangkat organisasi untuk menjalankan programnya. Pertama, lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau membutuhkan perawatan khusus. Lembaga Lembaga tersebut adalah: Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU), Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM NU), Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBHNU), Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (LESBUMI NU), Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama (LAZISNU), Lembaga Wakaf dan Pertahanan Nahdlatul Ulama (LWPNU), Lembaga Bahtul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU), Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU), Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU), Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNU), Lembaga Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU), dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU).
Kedua, Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus. lajnah-lajnah tersebut adalah: Lajnah falakiyah Nahdlatul Ulama di singkat LFNU yang bertugas mengelola masalah ru’yah hisab dan pengembangan ilmu falak, Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama disingkat LTNNU yang bertugas mengembangkan penulisan penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah, dan Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama disingkat LPTNU yang bertugas untuk mengembangkan Pendidikan tinggi.
Ketiga, Badan Otonom adalah bagian dari organisasi Nahdlatul Ulama. Ini bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan NU untuk individu dan kelompok masyarakat tertentu. Laporan tahunan tentang kemajuan harus diserahkan kepada Universitas Nasional di semua tingkatan oleh Badan Otonom. Beberapa badan otonom Nahdlatul Ulama adalah Muslimat Nahdlatul Ulama untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama, Fatayat Nahdlatul Ulama untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 40 tahun, Gerakan Pemuda Anshor Nahdlatul Ulama (GP Anshor) untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 40 tahun, dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 30 tahun.
B. Perkembangan Dan Evolusi Lembaga Muhammadiyah
Sejarah Singkat Lahirnya Lembaga Muhammadiyah
Pada dasarnya Muhammadiyah telah dirintis sendiri oleh KH.Ahmad Dahlan sejak tahun 1905, dan enam tahun kemudian mendirikan sekolah Muhammadiyah yang bercorak modern. Selanjutnya K H. Ahmad Dahlan, dengan bantuan beberapa orang murid dan beberapa sahabatnya mendirikan pergerakan Muhammadiyah.
Muhammadiyah dibentuk secara resmi pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau November 18 November 1912 M. Pada tanggal itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Muhammadiyah berasal dari gagasan dan perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis), pendirinya. Setelah berhaji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Beliau mendapatkan gagasan pembaruan itu setelah berguru kepada ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Dia juga membaca tulisan para pembaru Islam seperti Ibn Khaldun dan Muhammad Yunus.
Secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua (2) faktor penyebab yaitu : pertama, Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, hal tersebut adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Qur‟an baik dalam gemar membaca maupun menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Ia menelaah dengan sangat teliti, dipertanyakan juga kalau ada sebab-sebab yang menjadikan sesuatu ayat diturunkan (Asbabun Nuzul), dipertanyakan apa yang mesti harus dilakukan. Seperti salah satunya pendalamannya terhadap ayat alquran surat Al-imran Ayat 104 :
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Memahami ayat di atas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi, atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam Amar Makruf Nahi Munkar di tengah-tengah masyarakat luas.
Selain itu ada beberapa sebab yang bersifat lain yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah antara lain sebagai berikut :
- Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.
- Perlunya penyempurnaan lembaga-lembaga pendidikan.
- Perlunya pertahanan Islam dari pengaruh luar dan tuntutan pembaharuan dunia Islam.
Perkembangan Lembaga Muhammadiyah Di Indonesia
Lembaga Muhammadiyah seperti yang kita ketahui, lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1912. Pada tahun itu, pemerintah Hindia Belanda tidak secara resmi mengakui Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat. Usaha terus dilakukan untuk berkomunikasi dan berkonspirasi dengan berbagai lembaga dan pemerintah, seperti Budi Utomo dan kesultanan lokal. Pada 22 Agustus 1914, pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum unutuk melakukan kegiatan keagamaan di masyarakat.
Muhammadiyah awalnya menghadapi banyak tantangan dari orang-orang tradisional yang tidak setuju dengan gagasan pembaharuan Islam yang dikembangkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Namun, upaya terus dilakukan untuk mengembangkan pergerakannya dengan menggunakan metode musyawarah dan persuasi melalui forum-forum yang berkaitan dengan agama Islam yang telah berkembang dalam masyarakat.
Muhammadiyah terus berkembang untuk mewujudkan pergerakannya. Mereka terus mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan, seperti, pertama, mendirikan sekolah sendiri yang menawarkan pendidikan agama Islam bersama dengan pendidikan umum. Kedua, mengadakan kursus agama Islam dan mengadakan pertemuan rutin. Ketiga, mendirikan dan memakmurkan masjid dengan menjadikannya tempat berkumpul dan bersosialisasi. Keempat: Menulis tentang doa-doa, jadwal sholat, dan buku puasa untuk memperoleh pengetahuan.
Selama bertahun-tahun, Muhammadiyah terus berkembang. Pada tahun 1920, mereka mulai meluas dan melakukan tugas-tugas yang teratur sesuai dengan bidang-bidang organisasi. Menurut beberapa sumber, ada kurang lebih 290 anggota pada tahun ini. Mereka berasal dari daerah di luar Yogyakarta, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, serta dari Banjarmasin.
Berdasarkan fase sejarah perjalanan perluasan wilayah, dimasa kepemimpinan K.H Hisyam dan dilanjutkan K.H Mas Mansyur hingga tahun 1942. Muhammadiyah banyak mengalami perkembangan dan kemajuan. Dilihat dari perkembangan cabang dan ranting sebagai sarana pengembangan pergerakan organisasi. Dimana pada tahun 1937 diseluruh Indonesia cabang dan ranting Muhammadiyah sudah mencapai 921 cabang dan ranting.
Selanjutnya Pada tahun 1950 Muhammadiyah melakukan pemulihan administrasi dan organisasi serta roh dari Muhammadiyah, atas ketidakefektifan sistem dalam Peranan Muhammadiyah. hal ini di sebabkan kondisi negara yang masih dini, sehingga Muhammadiyah bertanggung jawab atas peran mempertahankannya. Sehingga dalam Mukhtamar ke-31, tugas perbaikan dari segala sisi dilakukan dan selang waktu kurang lebih dua tahun pasca Mukhtamar, sudah di bentuk dan dipulihkan kembali 322 cabang dan 1.612 ranting.
Selama dua puluh tahun (1965–1985), Indonesia mengalami perubahan dalam politik, sosial-ekonomi, dan budayanya. Perubahan ini disebabkan oleh moderenisasi di berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan politik. Selama periode tersebut, Muhammadiyah juga telah mengadakan lima kali sidang Tanwir dan Mukhtamar tarjih.Banyak pemikiran Muhammadiyah filosofis, strategis, dan idiologis muncul sebagai bagian dari dinamika Muhammadiyah dengan lingkungan sosial sebagai hasil dari pengembangan berbagai kegiatan Muhammadiyah di seluruh negeri.
Perkembangan dan kemajuan serta kontribusi bagi bangsa terus digerakkan hingga sampai waktu 1 Abad Muhammadiyah bahkan lebih, maka Muhammadiyah tetap konsisten dalam penyataan pemikirannya yakni: pertama: Komitmen gerakan, kedua: pandangan keagamaan, ketiga: pandangan tentang kehidupan keempat: tanggung jawab kemanusiaan dan kebangsaan, dan kelima: agenda dan langkah kedepan.
Pengaruh Dan Kontribusi Lembaga Muhammadiyah
- Pengaruh Muhammadiyah
Muhammadiyah terus berkembang dan memiliki banyak pengaruh di Indonesia. Muhammadiyah telah membangun banyak lembaga pendidikan, rumah sakit, dan kesejahteraan sosial di seluruh negeri. Selain itu, Muhammadiyah memiliki jaringan organisasi pemuda yang terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, agama, dan kebudayaan.
- Kontribusi Muhammadiyah dalam Bidang Sosial dan Kemanusiaan
Muhammadiyah telah banyak berkontribusi pada bidang sosial dan kemanusiaan. Muhammadiyah membantu dan membantu orang-orang yang membutuhkan, terutama dalam situasi darurat seperti bencana alam, konflik sosial, dan kemiskinan. Muhammadiyah aktif dalam menyediakan bantuan kemanusiaan, layanan kesehatan, dan pendidikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
- Transformasi Muhammadiyah di Era Modern
Muhammadiyah mengalami transformasi dalam menanggapi tantangan sosial dan keagamaan selama bertahun-tahun. Untuk mempertahankan posisinya dalam masyarakat, perusahaan ini terus berubah dan menerapkan strategi yang sesuai.
- Penerimaan dan Pengaruh Muhammadiyah di Masyarakat
Muhammadiyah sangat populer di masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jutaan orang menjadi anggota dan pendukung gerakan ini, yang aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Pemikiran dan pendekatan Muhammadiyah dalam memadukan ajaran Islam dengan pembangunan sosial telah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan masyarakat Muslim dan umumnya masyarakat Indonesia.
- Kontribusi Muhammadiyah dalam Dialog Antaragama
Muhammadiyah juga terlibat di dalam dialog antaragama dengan komunitas agama lain di Indonesia. Gerakan ini mempromosikan toleransi, kerjasama, dan saling pengertian antara umat beragama sebagai bagian dari upaya membangun kerukunan dan keharmonisan di Nusantara. (Dari Berbagai Sumber/Referensi)
Penulis : Muhammad Khalil Dova,S.Sos , Muhammad Firdaus, BA., MA., Ph.D. & Dr. H. Cecep Castrawijaya, MA., MM.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta