Kesempatan dan Hak yang Sama: Merajut Asa Dalam Keterbatasan Karena Kusta Bukanlah Kutukan!

0
134

Seorang pria paruh baya duduk bersantai di bangku halaman rumahnya, ia berusia menjelang 60 tahun, berpakaian rapi lengkap dengan topi dan kacamatanya. Matanya baru saja dioperasi karena komplikasi dari sakit yang dideritanya. Pria itu bernama Zakaria

Saat motor memasuki halaman rumahnya yang berada di salah satu Kecamatan Kota Banda Aceh dan memarkir di tepi sisi badan jalan rumah, ia memastikan jika yang datang adalah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang biasa mendampinginya.

Setelah yakin, jika yang datang adalah petugas yang dimaksud, ia tersenyum ramah padanya. Aris namanya, petugas TKSK itu memanggil nama Zakaria bertanya tentang kabar.

“Kiban keadaan uroe nyoe? Sehat? (Apa kabar hari ini? sehat?” tanya Aris pada Zakaria. Tanpa canggung, Aris mendekati dan melihat dengan saksama kondisinya.

Zakaria menjawab dengan anggukan yang berarti “baik”, ia merupakan orang yang pernah mengalami mengalami kusta (OYMPK), belum seratus persen sembuh dan masih dalam kontrol pengobatan tapi ia sudah bisa beraktivitas seperti orang pada umum nya.

“Lagee loen peu haba bunoe, nyoe ureung radio yang neu wawancara raneuh (seperti yang dikabarkan sebelumnya, ini orang radio yang akan mewawancarai Bapak)” jelas Aris sambil menunjuk ke arah wartawati Anterokini dan diikuti anggukan Zakaria.

Zakaria cukup irit dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, selain karena keterbatasan bahasa Indonesia, ia seperti sulit untuk menjelaskan apa yang dialaminya, akan tetapi senyumnya tidak pudar dalam setiap bicaranya.

Aris membantu melengkapi jawaban setiap pertanyaan yang tidak sempurna dijawab oleh Zakaria.

“Tadi waktu saya kabari tentang ini, Pak Zakaria sedang duduk dan ngopi sama teman-temannya di kedai situ” tutur Anis sembari menunjuk arah kedai yang dimaksud.

“Jadi, pak Zakaria udah mulai berbaur dan bekerja juga?” tanya wartawati Anterokini kepada Zakaria.

“Iya” jawabnya dengan suara lirih.

Menegaskan jawabannya, wartawati Anterokini memastikan jawaban lengkap kepada Aris.

“Pak Zakaria, sehari-hari jadi buruh, Kak. Setiap ada kerjaan nukang di gampong ini, dia pasti diajak sama orang-orang sini. Dia disuruh pegang cangkul dan aduk semen ringan aja! Ngga perlu kerja berat, nanti dibayar, jadi orang sini nggak mau dia (Zakaria) kayak bergantung yang langsung terima uang” jelasnya.

Wartawati Anterokini mendengarkan dengan cermat apa yang disampaikannya, “Biar Pak Zakaria juga bersosialisasi, jadi diajak, orang sini juga paham dengan keterbatasan yang dimiliki olehnya” pungkas Aris.

TKSK sendiri merupakan kepanjangan tangan pemerintah di bawah Dinas Sosial Kota Banda Aceh dengan jangkauan luas hingga ke pelosok desa.

Tugas pendampingan seperti yang dilakukan oleh Aris menjadi salah satu tanggungjawab yang diemban oleh TKSK.

Selama penyembuhan, pasien kusta dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) seringkali menghadapi berbagai kesulitan fisik, mental, dan sosial. TKSK membantu mereka (pasien kusta dan OYPMK) membangun kembali kehidupan yang sehat dan bermakna. Ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan dukungan yang menyeluruh.

Peran TKSK menjadi penting dalam pendampingan baik pasien kusta dan OYPMK maupun masyarakat sosial lain dalam mendapatkan perawatan dan dukungan yang dibutuhkan seperti pemberdayaan sosial yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Secara teratur memantau kesejahteraan sosial pasien untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya mendapatkan perawatan medis yang tepat tetapi juga mendapatkan dukungan emosional dan mental.

Aris menuturkan “Setiap Kecamatan ada satu TKSK yang mengurusi permasalahan sosial yang dijumpai di Kecamatan area tugas seperti mendampingi pasien kusta ini atau masalah sosial lain”

Namun ia tidak dapat berbuat banyak karena keterbatasan daya dan wewenang dalam tugas nya “TKSK itu perpanjangan tangan dari Pemerintah di bawah Dinas Sosial, jadi di lapangan kami mendampingi dan mendata setiap ada masalah dan jika ada bantuan, kita sampaikan (ke penerima) dan salurkan, seperti untuk kusta tahun lalu ada bantuan untuk mereka tapi tahun ini tidak ada” jelas Aris.

Marzuki, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Banda Aceh mengatakan “Saat ini ada beberapa pasien dan OYPMK yang tersebar, tidak semua di Kecamatan Kota Banda Aceh tapi beberapa saja, ada sekitar 13 orang yang terdata dan mendapatkan perhatian kita.”

Penanganan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada keluarga pasien kusta dan OYPMK seperti pemenuhan sandang dan pangan mereka yang disalurkan per tiga bulan.

“Salah satu program yang menyasar mereka adalah pemberian sembako dari Kementrian yang telah berjalan selama dua tahun ini. Kita tidak memberikan uang cash tapi dalam bentuk sembako yang diantar langsung ke tempat-tempat (rumah) mereka dan pendamping langsung dilakukan oleh TKSK seperti pemenuhan kebutuhan mereka atau informasi tentang mereka” jelas Marzuki.

Untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien kusta dan OYPMK meraih kembali martabat dan hak-hak mereka sebagai anggota masyarakat perlu dilakukan pendekatan yang menyeluruh semua lapisan masyarakat dengan pencegahan stigma, dan program khusus. Komitmen dan dukungan terhadap mereka dengan kerjasama yang berkelanjutan.

Cerita Zakaria hanya satu dari sekian banyak cerita yang tidak ter narasikan tentang pasien kusta dan OYPMK yang memiliki semangat juang untuk sembuh dan kembali ke tengah masyarakat serta mendapatkan kesempatan, hak yang sama seperti orang normal lainnya.

Penting memahami dan menyadari jika kusta bukanlah penyakit yang mudah menular dan disembuhkan. Kusta bukanlah penyakit kutukan.

Artikel ini adalah bagian dari program Fellowship “Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA)” dari NLR Indonesia bersama Anterokini.

Nurul Ali