Definisi Syukur

Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh Dr. Nurkhalis Mukhtar Lc, MA, menjelaskan definisi syukur adalah kata yang mudah ditulis dan diucapkan, namun tidak mudah diaplikasikan dalam kehidupan.

Syukur didefinisikan dengan keteguhan hati untuk selalu mencintai Allah SWT, konsistensi anggota tubuh untuk tunduk dan patuh, dan lisan yang selalu menyebut dan memuji Allah SWT.

“Jadi syukur memiliki tiga landasan utama yaitu hati, badan dan lisan,” kata Nurkhalis, dalam khutbah Jumat yang disampaikan di Masjid Jamik Baitul Ahad Kemukiman Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, 5 Rajab 1444 H bertepatan dengan 27 Januari 2023.

Pengasuh Kajian Keislaman di Kota Banda Aceh ini menguraikan, landasan pertama adalah hati. Hati adalah muara dari setiap inspirasi kebaikan. Seorang yang mampu menata hatinya dengan baik, maka dapat dipastikan ia akan selamat di dunia dan akhirat. Bahkan, Rasulullah saw menganjurkan umatnya senantiasa bersyukur, meyakini dalam hati, bahwa setiap nikmat yang diperoleh merupakan karunia Allah Swt.

“Landasan kedua ada pada anggota badan. Manusia memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk berbicara dan anggota tubuh lainnya, agar senantiasa taat kepada Allah Swt dengan melakukan amal saleh,” ujarnya.

Nurkhalis menambahkan, landasan ketiga dalam bersyukur ada pada lisan. Lisan yang senantiasa berzikir, memuji Allah Swt atas berbagai nikmat yang diperoleh, sehingga yakin segala pencapaian merupakan anugerah Allah Swt yang wajib disyukuri. Lisan yang bersyukur juga tertata dengan baik, berhati-hati dalam setiap ucapan yang dikeluarkan.

Menurut penulis buku 55 Ulama Kharismatik Aceh ini, banyak ayat dan hadis yang menganjurkan, agar umat Islam senantiasa bersyukur. Seseorang yang bersyukur terhadap nikmat Allah Swt sejatinya sedang menggapai tambahan nikmat lainnya. Demikian pula orang yang kufur, tentu sedang menunggu petaka hadir dalam kehidupan.

Allah Swt mengumpamakan sebuah perkampungan yang bersyukur sebagai perkampungan yang aman, damai, dan sentosa. Namun, di saat penduduk wilayah tersebut kufur kepada Allah Swt, berbagai bencana akan datang menimpa.

“Diantara bencana yang dihadapi adalah merebaknya ketakutan dan kelaparan. Konflik yang berkepanjangan yang dihadapi, boleh jadi karena masyarakat yang belum bersyukur sebagaimana mestinya,” tegasnya.

Nurkhalis selanjutnya menjelaskan, bahwa Rasulullah saw merupakan teladan dalam mensyukuri nikmat Allah Swt. Ketika beliau ditanyakan oleh Ummul Mukminin Aisyah, “Untuk apa engkau bersusah payah beribadah, padahal Tuhanmu telah mengampunimu yang telah lalu dan yang akan datang?” Rasulullah saw menjawab, “Bukankah aku patut menjadi hamba Allah yang senantiasa bersyukur.” Jadi ibadah bagi beliau adalah perwujudan syukur kepada Allah Swt.

Dalam hal ini, urainya, Rasulullah saw juga mengajarkan kepada para sahabat untuk senantiasa memaknai syukur dalam kehidupan. Beliau mengajarkan kepada Muaz bin Jabal untuk membaca doa setelah selesai shalat, yaitu Allahumma a’inni ‘ala zikrika wa syukrika wa husni ibadatika. Artinya, “Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat dan mensyukuri nikmat-Mu, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu”. “Tentu anjuran Rasulullah saw juga berlaku bagi kita sebagai umatnya. Sungguh syukur adalah perbuatan yang mulia, menjadi muara bagi setiap nikmat, dan menepis setiap azab,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads