Hasil Tangkapan Ikan Nelayan Aceh Masih Rendah

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh bersama dengan Perwakilan Kementerian keuangan Aceh menyelenggarakan forum diskusi percepatan pembangunan industri hilir di Aceh dalam rangka peningkatan kemandirian Aceh. 

Forum tersebut dihadiri oleh Menteri ATR/Kepala BPN Bp. Sofyan A. Djalil, Kemenkeu, BI, OJK, Kadin, API, dan dibuka oleh Kepala Perwakilan Kemenkeu Aceh, Safuadi.

Menteri ATR, Sofyan A. Djalil mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan sebagai forum yang baik dalam rangka pengembangan ekonomi di Aceh.

Sofyan menyampaikan bahwa pengembangan industri tidak dapat berjalan sendiri sendiri, pengembangan harus dilakukan secara hulu hingga hilir sehingga dapat menciptakan nilai tambah.

Diakhir sambutan, Sofyan A. Djalil menyampaikan bahwa “good policy is matters” kebijakan yang baik akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Regulasi yang tidak tepat dapat menjadi distorsi bagi kebijakan dan berdampak pada perekonomian. Oleh karena itu, penyusunan Qanun di Aceh harus mendorong regulasi yang bersifat fasilitatif.

Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai potensi pengembangan industri hilirisasi di Aceh pada komoditas gula serta pemaparan dari Bank Indonesia mengenai potensi perikanan berupa strategi akselerasi produktivitas dan peningkatan kualitas ikan hasil tangkapan melalui pemanfaatan kapal sitaan dan korporatisasi nelayan. 

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Achris Sarwani menyampaikan bahwa sub sektor perikanan merupakan komponen penyumbang PDRB terbesar ketiga pada Tahun 2020. Akan tetapi, masih terdapat permasalahan pada sektor perikanan seperti ketersediaan kapal besar penangkap ikan di Aceh yang masih terbatas serta kualitas hasil tangkapan nelayan yang rendah.

“Peningkatan produktivitas dan kualitas ikan hasil tangkapan dapat dilakukan melalui optimalisasi kapal sitaan sebagai fishing vessel dan floating processing plant” Kata Achris.

Selanjutnya, Achris memaparkan juga mengenai pentingnya korporatisasi nelayan dalam pembukaan unit pengolahan sehingga penanganan ikan dapat sesuai dengan standard. Pengembangan potensi yang dimiliki oleh Aceh tidak terlepas dari aspek pembiayaan. 

OJK Provinsi Aceh menyampaikan bahwa sebagian besar ekspansi pembiayaan masih berada di sektor konsumtif. Dalam rangka pengembangan potensi melalui industri hilir, aspek pembiayaan harus didorong untuk sektor investasi. 

Berdasarkan data penyaluran pembiayaan di Provinsi Aceh, pada triwulan IV Tahun 2021 masih didominasi oleh kredit yang bersifat konsumsi sebesar 55,11%, disusul modal kerja sebesar 31,38%, dan investasi sebesar 20,95%. Angka tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pembiayaan masih belum bersifat produktif. 

Permasalahan penyaluran pembiayaan investasi di Aceh salah satunya disebabkan oleh sedikitnya proyek yang ada di Aceh. Senada dengan hal tersebut, BSI dan Bank Aceh Syariah berharap ada proyek proyek yang dikembangkan di Aceh sehingga penyaluran pembiayaan produktif pun dapat dikembangkan.

Pengembangan industri pengolahan dapat meningkatkan serapan tenaga kerja sekaligus meningkatkan pembiayaan produktif. Adanya industri hilir akan mendorong peningkatan skala ekonomi melalui pengembangan usaha pendukung dibawahnya sehingga tercipta ekosistem usaha yang saling terintegrasi. 

Peningkatan skala ekonomi juga akhirnya berpengaruh kepada peningkatan penyaluran pembiayaan kepada UMKM untuk modal kerja melalui beberapa program seperti penyaluran KUR serta program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads