Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, memperingati 113 tahun wafatnya Pahlawan Nasional asal Aceh, Cut Nyak Dhien, di komplek makam Cut Nyak Dhien, Sabtu (20/11/2021).
Haul atau peringatan wafatnya Cut Nyak Dhien, rencananya diselenggarakan pada 6 November 2021. Namun karena pandemi, kegiatan ini diundur.
Ketua TP PKK Aceh Dyah Erti Idawati, mengajak para tamu yang menghadiri haul wafatnya Cut Nyak Dhien, untuk mencontoh semangat kepahlawanan tokoh yang wafat pada tanggal 6 November 1908 itu.
Dyah menyebutkan, sebagaimana para pahlawan kemerdekaan Indonesia lainya, Cut Nyak Dhien adalah simbol pejuang bagi anak muda. Wanita tangguh yang dilahirkan di sebuah desa pedalaman di Aceh Besar ini, memutuskan mengangkat senjata melawan penjajah Belanda ketika usianya masih 14 tahun.
“Semangatnya melawan penjajah semakin membara setelah suaminya Teungku Ibrahim Lamnga ditembak mati dalam sebuah pertempuran di wilayah Aceh Barat. Ia tidak sekedar bertempur secara gerilya, tapi juga memimpin pasukan yang sebagian besarnya adalah kaum laki-laki,” sebut Istri Gubernur Aceh itu.
Untuk itu, Dyah mengajak para generasi muda untuk bisa mencontoh Cut Nyak Dhien, terutama terkait emansipasi perempuan di masa lalu. Masalah gender sama sekali tidak menghalangi dirinya untuk tampil di medan tempur.
“Bagi Cut Nyak Dhien, gender adalah kodrat, sedangkan perjuangan dan kepemimpinan adalah hak semua orang. Paling tidak inilah sisi lain ketauladanan yang diajarkan Cut Nyak Dhien kepada kita semua, terutama kaum wanita di negeri ini,” kata Dyah Erti.
Dalam hal ini, Dyah yang mewakili rakyat dan Pemerintah Aceh, menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumedang, yang telah merawat dan memelihara keberadaan Makam Cut Nyak Dhien.
“Cut Nyak Dhien merupakan salah satu pahlawan kebanggaan kita. Cut Nyak tidak hanya milik masyarakat Aceh, tapi milik seluruh anak negeri ini, karena perjuangannya bukan hanya untuk membebaskan Aceh dari penjajah Belanda, tapi juga untuk menegakkan harga diri bangsa,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakarta, Almuniza Kamal mengatakan, dengan digelarnya ziarah dan do’a bersama di makam Cut Nyak Dhien ini, para peserta bisa mengambil suri tauladan dari seorang Cut Nyak Dhien.
“Banyak pelajaran penting yang harus kita pelajari, kita perlu melakukan napaktilas kembali. Perjuangan Cut Nyak Dhien adalah perjuangan melawan penjajah. Mari kita tauladani semangat juang Cut Nyak Dhien. Bagi Belanda, perjuangan Cut Nyak selesai ketika diasingkan. Namun mereka salah, karena gelora dan titik merah perjuangan Cut Nyak terus mengalir ke berbagai tempat, baik di Aceh maupun di luar Aceh, hingga sampai di Sumedang,” kata Almuniza.
Sebagai putri kerajaan dan seorang yang paham agama, Cut Nyak juga memberikan seluruh tenaga dan perjuangannya di jalan Allah, termasuk mengajar mengaji saat beliau diasingkan ke Sumedang ini, hingga beliau mendapat panggilan penghormatan sebagai Ibu Perbu dari masyarakat Sumedang.
Untuk itu, Almuniza Kamal mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja secara kolektif dan tanpa lelah dalam menyelenggarakan kegiatan ini.
“Kepada Bupati Sumedang, wakil Bupati, para kepala dinas, masyarakat Aceh di Sumedang, terima kasih sudah hadir di acara Memperingati Wafatnya Cut Nyak Dien, Cahaya dari Aceh,” ujar Almuniza.
Sementara itu, Kepala Dinas Budparpora Sumedang, Bambang Ranto mengatakan, kehadiran Cut Nyak Dien di Indonesia, terutama di Sumedang, Jawa Barat menjadi penting karena membela Indonesia yang lama terjajah.
“Hal tersebut pula yang membuat sosok Cut Nyak Dien dapat dijadikan semangat penyelenggaraan pemerintahan kabupaten Sumedang,” kata Bambang.