Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh EMK. Alidar bersama Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Aceh, H Isa A Gani melakukan audiensi dengan BWI Pusat di Jakarta.
Dalam audiensi itu dibahas antara lain, terkait nazir atas tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh, Jumat (22/10/2021).
Pertemuan yang berlangsung di aula BWI Pusat gedung Bayt Al-Quran, lantai dua Taman Mini Indonesia Indah (TMII) itu, turut didampingi unsur dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh.
Kedatangan tim dari Provinsi Aceh itu diterima langsung oleh Wakil Ketua BWI Pusat Dr Imam Teguh Saptono yang ikut didampingi oleh H Nur Syamsuddin anggota Divisi Pengawas dan Tata Kelola serta unsur Sekretariat BWI Pusat.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh EMK. Alidar, menyampaikan bahwa sampai saat ini nadzir atas tanah wakaf Mesjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh masih belum dikeluarkan oleh pihak BWI Pusat.
Menurut Alidar, selama ini yang menjadi pegangan nazir wakaf Masjid Raya Baiturrahman adalah ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh pada tahun 2015 silam.
“Oleh karena itu, Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam mengusulkan Surat Keputusan (SK) penetapan nazir Mesjid Raya kepada BWI Pusat sekaligus mengusulkan penggantian nazir, dikarenakan sebagian nazir sudah berusia lanjut dan sebahagian sudah menyampaikan pengunduran diri sebagai nazir secara lisan,” kata Alidar.
Lebih lanjut, dalam pertemuan itu, ia juga mempertanyakan terkait proses usulan penggantian nazir wakaf Masjid Raya yang telah disampaikan sebelumnya oleh Pemerintah Aceh kepada BWI Pusat, sekaligus meminta arahan BWI Pusat tentang hal-hal serta prosedur administrasi yang harus dilengkapi dan ditempuh oleh Pemerintah Aceh, dalam proses usul penggantian nazir tersebut.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua BWI Pusat Dr. Imam Teguh Saptono, menyarankan agar Pemerintah Aceh membentuk nazir yang berbadan hukum atas nama Yayasan Masjid Raya Baiturrahman (MRB) atau nama lainnya.
Saptono menjelaskan bahwa, undang-undang Wakaf dan peraturan pelaksananya lebih mengutamakan nazir wakaf yang berbentuk badan hukum daripada nazir perorangan, apalagi atas tanah wakaf yang sangat luas, seperti halnya tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang luasnya mencapai 34.932 m2.
“Penetapan akta nazir wakaf merujuk ketentuan peraturan wakaf adalah, apabila luas tanah di bawah 20.000 meter kubik menjadi wewenang BWI Provinsi, sedangkan luas tanah di atas 20.000 meter kubik merupakan wewenang BWI pusat,” kata Saptono.
Oleh karena tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman yang luasnya melebihi 20.000 meter bujur sangkar tersebut, maka akan menjadi kewenangan BWI Pusat yang menetapkan nazirnya.