Gubernur Nova: Dana Desa Untuk Tuntaskan Pembangunan Desa dan Sejahterakan Warga

Gubernur Aceh Nova Iriansyah meminta setiap rupiah dana desa atau gampong agar benar-benar dimanfaatkan untuk memacu pembangunan infrastruktur gampong serta untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan warga gampong.

Hal itu disampaikan Gubernur Nova melalui siaran zoom meeting saat menjadi pembicara pada diskusi publik “Peluang dan Tantangan Pengembangan Ekonomi Pedesaan” yang berlangsung di Banda Aceh, Selasa 13 Juli 2021.

Diskusi itu digelar oleh Forum Kajian Mahasiswa Pascasarjana Aceh (FORKAMAPA) bersama Ikatan Pelajar Pemuda Dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang.

Gubernur menjelaskan, sejak tahun 2015, Pemerintah telah mengucurkan anggaran pembangunan untuk desa melalui alokasi Dana Desa alokasi dana gampong (ADG).

“Untuk Aceh, selama tujuh tahun terakhir, yaitu sampai tahun 2021 ini, telah dialokasikan Dana Desa sebesar hampir Rp.30 Triliun untuk 6.497 gampong. Dan Alhamdulillah, pada tahun 2021 ini kita mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat dalam hal percepatan penyaluran Dana Desa tersebut,” ujar Gubernur.

Agar dana desa lebih efektif dalam menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan di pedesaan, kata Gubernur, Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini tidak saja fokus pada percepatan penyalurannya.

Namun pemerintah juga komit untuk terus melakukan pembinaan dan upaya peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan yang ada di gampong, melalui peningkatan kualitas perencanaan Dana Gampong, sehingga diharapkan setiap rupiah dana gampong yang dibelanjakan akan bermanfaat.

Gubernur juga menerangkan, berbicara tentang pedesaan saat ini, tidak terlepas dari regulasi yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang itu disebut telah merubah paradigma pembangunan pedesaan, dimana desa merupakan suatu wilayah otonom yang diberikan kewenangan khusus pada beberapa bidang, yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.

Dengan adanya Undang-undang Desa ini, diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pemberantasan kemiskinan yang memang secara proporsi lebih besar berada di pedesaan dibanding di perkotaan, serta untuk menekan kesenjangan ekonomi atau disparitas antara kota dan desa.

Berdasarkan data yang ada, menurut Gubernur, pada September 2020 kemiskinan pedesaan di Aceh jauh lebih tinggi dari kemiskinan di perkotaan. Oleh karena itu, upaya peningkatan ekonomi masyarakat pedesaan disebut cukup mendesak dilakukan untuk menekan angka kemiskinan di Aceh.

Lebih lanjut, kata Gubernur, upaya mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan, juga menghadapi tantangan dan kendala.

Diantaranya adalah daya dukung sarana dan prasarana usaha ekonomi, kompetensi masyarakat yang mempengaruhi tingkat produktivitasnya, nilai tambah dan kualitas produk yang dihasilkan, keterbatasan modal, lemahnya akses terhadap pemasaran hasil produksi, rendahnya daya saing, dan masih kurangnya inovasi serta sejumlah kendala lainnya.

Untuk menyelesaikan tantangan tersebut, Pemerintah Aceh berkomitmen dan akan terus melaksanakan berbagai upaya pemberdayaan, baik di sektor pertanian, industri kecil dan menengah, maupun sektor-sektor esensial lainnya yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama di pedesaan.

Hal itu direalisasikan melalui berbagai program unggulan Aceh Hebat, seperti Aceh Kaya, Aceh Kreatif, Aceh Troe, Aceh Meugo & Meulaot, Aceh Seumeugot, dan Aceh Carong.

“Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi peningkatan produktivitas dan nilai tambah, pengelolaan rantai pasok, meningkatkan kualitas SDM yang memiliki daya saing, mengurangi ketimpangan antar wilayah melalui pembangunan konektivitas dan pembangunan prasarana dan sarana pertanian, hingga penyediaan sentra produksi yang berbasis potensi sumber daya lokal,” ujar Gubernur.

Selain itu pemerintah juga telah merangsang tumbuhnya entrepreneur yang didukung dengan kemudahan akses terhadap modal, keterampilan dan pasar terutama di sektor pertanian, serta industri kecil dan menengah.

Sementara itu, diskusi “Peluang dan Tantangan Pengembangan Ekonomi Pedesaan” itu juga menghadirkan sejumlah pemateri seperti Kepala Dinas Koperasi dan UKM Aceh Helvizar Ibrahim, Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmadi, Akademisi Universitas Syiah Kuala Dr. Iskandar Madjid, serta para pengurus FORKAMAPA dan IPPMA Malang. Selain itu kegiatan itu juga diikuti Ketua Tim Penggerak PKK Aceh Dyah Erti Idawati serta sejumlah mahasiswa, baik yang berdomisili di Aceh maupun di luar Aceh.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Aceh Helvizar Ibrahim dalam materi yang disampaikannya mengajak para peserta diskusi yang notabenenya adalah kaum milenial untuk terlibat langsung dalam pengembangan ekonomi perdesaan.

Menurut Helvizar masih banyak sekali peluang pengembangan ekonomi perdesaan yang bisa digeluti langsung oleh kaum milenial.

“Sekarang kita melihat masih banyak sekali kebutuhan kita yang dipasok dari luar, padahal semua itu bisa dilakukan oleh kaum milenial sendiri di Aceh,” ujar Helvizar.

Bahkan, Helvizar menyebutkan contoh, berdasarkan pantauan pihaknya kebutuhan telur asin di Aceh sebagian besarnya masih dipasok dari luar. Usaha semacam itu, kata Helvizar, sebenarnya sangat mungkin untuk dikembangkan sendiri oleh masyarakat Aceh, bahkan oleh kaum muda.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads