Ketum Korpri: Kode Etik Ruh bagi ASN

Ketua Umum Korpri, Profesor Zudan Arif Fakrulloh, mengajak seluruh anggota Korpri di Indonesia khususnya di Aceh untuk menjunjung tinggi Kode Etik Korpri. Kode etik kata dia, adalah ruh dari Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Posisi ASN adalah bagian dari pemerintah. Loyalitas kita bukan kepada person, tapi kepada negara,” kata Profesor Zudan saat Diskusi Panel Korpri usai pengukuhan Pengurus Korpri Aceh, di Anjong Mon Mata, Jumat 10 Juli 2020.

Zudan menyebutkan, haram bagi pegawai negeri mengkritik pemerintahan melalui media sosial. Hal itu tidak sejalan dengan Kode Etik Korpri. Berbagai masalah di pemerintahan harusnya dibahas di dalam kantor, bukan di ruang publik.

“Saat anda menjadi pegawai maka anda adalah keluarga Korpri. Ingatkan pada anggota Korpri, apa pantas menjelekkan keluarga sendiri,” ujar Profesor Zudan. Ia mengimbau agar ASN tidaklah bergaya layaknya anggota LSM.

Zudan mengajak seluruh anggota Korpri untuk membangun gerakan bersama membangun branding baru. Di mana, pegawai negeri menyampaikan hal-hal positif di daerah masing-masing.

“Bangun narasi bersama apa saja yang baik dari daerah kita. Semakin banyak kita mensyiarkan hal baik, hal jelek akan semakin tenggelam,” kata dia.

Profesor di bidang Hukum Administrasi Negara dan Sosiologi Hukum itu, mengatakan, pengurus Korpri harus merancang program yang menyentuh langsung ASN. Selama ini, ketakutan pegawai yang kerap membuat keterlambatan anggaran adalah ketakutan menyangkut hukum.

“Berikan advokasi. Isi pemahaman yang benar kepada penyelenggara negara agar apa yang mereka lakukan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Profesor Zudan.

Sementara itu, Kepala BKN Pusat yang juga Sekjen Korpri
Nasional, Bapak Dr. Ir. Bima Haria Wibisana, M.SIS yang menyampaikan materi terkait pelayanan pemerintahan di masa new normal. Ia mengatakan, pandemi covid, suka atau tidak telah membuat dunia menjadi berbeda.

“Pikirkan bagaimana kita bisa survive, bagaimana bertahan hidup dengan segala perubahan ini,” kata mantan Deputi BRR ini.

“Masa depan itu adalah persaingan kreativitas, persaingan imajinasi, bukan persaingan ilmu pengetahuan. Kalau tidak berani berimajinasi, berinovasi dan tampil berbeda dalam pemikiran anda tidak akan bertahan dalam kompetisi di depan,” lanjut Bima Haria.

Bima menyebutkan dalam 20 tahun ke depan, ia memperkirakan 70 persen pekerjaan yang dilakukan saat ini akan hilang. Masa depan, di mana yang dibutuhkan adalah mereka yang menguasai programmer big data analisis dan virtual analisis.

“Apa ada itu formasi di CPNS? Tidak ada, tapi ke depan itu yang sangat dibutuhkan,” ujar dia.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads