Kerja Sama Pengentasan Stunting di Aceh Berlangsung Sukses

Kerja sama lintas sektor dalam pengentasan stunting di Aceh telah menampakkan hasil. Jika dulu Aceh menjadi daerah ketiga terbanyak kasus stunting di Indonesia, laporan terbaru Aceh kini merangkak ke peringkat lima. Artinya upaya bersama tersebut perlahan telah menuai sukses.

“Saya yakin jika kerja sama ini terus kita lakukan, secara perlahan upaya bersama ini akan menampakkan hasil. Dengan itu target Aceh bebas stunting di tahun 2022 akan tercapai,” kata Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati dalam diskusi publik tentang kesehatan dan nutrisi bertema: cerdaskan generasi melalui pemenuhan gizi, menuju Aceh sehat dan berkualitas.

Diskusi itu digelar oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Banda Aceh bersama Unicef di Banda Aceh, Kamis 5/3.

Di antara upaya lintas sektor yang dilakukan PKK Aceh adalah menggaet para ulama melalui Dinas Pendidikan Dayah, untuk mengampanyekan gerakan anti-stunting. Sasaran para santri Dayah dilakukan sebagai bentuk antisipasi dan kesadaran bahwa para santri itu nantinya akan menjadi ibu yang juga bakal hamil dan melahirkan bayi.

“Perlu (sosok) figur untuk mengampanyekan ini. Stunting bukan hanya kena pada anak tapi juga pada bayi dalam kandungan,” kata Dyah. Karena itu, ia menegaskan ibu yang hamil patut dan perlu didampingi.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah melalui PKK Aceh adalah membentuk Rumoh Gizi Gampong di seluruh kabupaten kota di Aceh. Hingga hari ini, Rumoh Gizi telah terbentuk di 18 kabupaten/kota. Deklarasi tempat yang menjadi wadah pendamping posyandu itu bahkan dihadiri langsung oleh Dyah Erti Idawati. Ia bertekad untuk melangkah bersama sehingga gerakan melawan stunting menjadi aksi bersama pula.

“Saya perlu pertegas, kita hanya penggerak. Kita memberi contoh konkrit, karena kita ini fasilitator. Yang kita dorong kabupaten/kota bergiat seperti halnya kita juga,” kata Dyah.

Sementara Itu, Aripin Ahmad dari Tim Stunting Aceh, mengatakan Provinsi Aceh sangat konsen menangani stunting. Hal itu ditandai dengan dikeluarkan landasan hukum yaitu Peraturan Gubernur No. 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh.

Selanjutnya adalah pembentukan Rumoh Gizi Gampong yang belakangan punya landasan untuk didanai dengan dana desa. Gebrakan yang tahun lalu dilakukan itu diharapkan bisa diaplikasikan sepenuhnya oleh gampong pada tahun 2020 ini.

“Apresiasi patut kita berikan pada Bu Dyah yang terus melakukan aksi nyata. Nggak ada beliau nggak jalan ini (kampanye pencegahan stunting),” kata Aripin.

dr. Natassya Phebe, Nutrition Officer Unicef, memaparkan data bahwa Indonesia bersama banyak negara lain di dunia punya masalah malnutrisi. Tercatat ada 149 juta anak-anak dari seluruh dunia yang menderita stunting, disamping 49 juta yang menderita gizi buruk dan 40 juta penderita kelebihan berat badan.

“Masalah gizi menyebabkan kematian 45 persen anak di dunia,” kata Nataasya.

Ia menyebutkan, malnutrisi diakibatkan oleh asupan makanan yang kurang bergizi dan penyakit. Salah satu penyebab lain adalah kesalahan pada pola asuh dan faktor kemiskinan.

“Stunting terjadi karena kontribusi gizi ibu dan pola asuh yang salah. Anak nggak bisa mengambil keputusan untuk diri sendiri,” kata dia. Karena itu, perlu intervensi bagi ibu hamil serta pemangku kepentingan. Dengan itu penyebab malnutrisi pada anak terdeteksi sejak dini dan bisa dihindari serta kasusnya tidak berulang.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads