SKK Migas Sepakat Transisi Blok B dengan Pemerintah Aceh

Pelaksana Tugas (Plt), Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT mengatakan perpanjangan kontrak pengelolaan Blok B sebagai masa transisi dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) kepada PT Pembangunan Aceh (PEMA).

Hal itu disampaikan Nova saat melakukan pertemuan dengan Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, Dwi Soetjipto beserta stafnya di Kantor SKK migas, Wisma Mulia, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 28 November 2019, kemarin.

“Keputusan itu diambil sesuai dengan kesepakatan yang sudah kita sampaikan pada pertemuan sebelumnya di kantor sekretariat Kementerian ESDM pada tanggal 14 November yang lalu,” jelas Nova didampingi Dirut PT. PEMA Ir. Zubir Sahim, MM, dan Tim Negosiasi Blok B, Dr. Mirza Tabrani.

Dia mengatakan, Pemerintah Aceh sangat mendukung kesepakatan transisi yang telah dicapai itu, sebelum selanjutnya Blok B tersebut dikelola secara penuh oleh Pemerintah Aceh.

“Dan sesuai permintaan dari pihak SKK Migas kepada Pemerintah Aceh agar pada tahun 2020 pemerintah Aceh sudah harus memberikan pendanaan, maka kita siap melaksanakan hal tersebut,” jelasnya.

Sementara, Kepala Dinas ESDM Aceh, Ir. Mahdinur, MM mengungkapkan, untuk mendukung kesepakatan ini secara konkrit dan berkesinambungan pihaknya nanti akan melakukan berbagai koordinasi dan advokasi dengan Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA), PT PHE serta PT PEMA.

“Adapun maksud dari koordinasi tersebut adalah untuk kemudian membicarakan bagaimana bentuk kerjasama satu tahun yang telah berjalan itu, saat masa transisi tersebut,” jelasnya.

Sebelumnya, Blok B, ladang minyak dan gas bumi di Aceh Utara dikelola oleh Exxon Mobil, selanjutnya dikelola oleh BUMN Pertamina Hulu Energi. Sejak 3 Oktober 2018 masa kontraknya habis, atas kebijakan pemerintah, Kementerian ESDM melanjutkan kontrak selama 45 hari kerja, sebelum diputuskan apakah kontrak PHE dilanjutkan atau tidak.

Pemerintah Aceh saat itu telah pula berunding dengan Kementerian ESDM dan PHE. Namun, tidak ada titik temu. Kementerian meminta agar kontrak itu menggunakan skema Gross Split (bagi hasil kotor).

Sementara Pemerintah Aceh menginginkan kontrak dengan skema cost recovery. Setelah bernegosiasi, Pertamina Hulu Energi tetap kekeh untuk menggunakan skema Gross Split.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads