Korban Tsunami Ajukan Diri Untuk Disuntik Mati ke Pengadilan

Seorang korban tsunami yang selama ini menetap di hunian sementara Barak Bakoy, Aceh Besar, Berlin Silalahi, 46 tahun, mengajukan permohonan euthanasia atau suntik mati ke Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Safaruddin, kuasa hukum Berlin Silalahi yang juga Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), di Banda Aceh, Rabu, mengatakan, permohonan euthanasia didaftarkan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu (3/5).

“Klien kami mengajukan permohonan euthanasia atas kesadaran sendiri. Klien kami mengajukan permohonan tersebut karena kondisinya sekarang ini lumpuh dan sakit-sakitan,” kata Safaruddin.

Karena kondisinya, lanjut Safaruddin, kliennya tidak bisa lagi menafkahi keluarga. Sedangkan istrinya, Ratna Wati hanya ibu rumah tangga dan tidak memiliki pekerjaan.

Untuk hidup sehari-hari, Berlin Silalahi hanya mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy. Namun, barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.

“Pemohon atau klien kami sudah berupaya mengobati penyakitnya. Namun hingga kini, pemohon tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biaya pengobatannya,” ungkap Safaruddin.

Sementara itu, Ratna Wati, istri pemohon, menyatakan, suaminya mengajukan permohonan euthanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

“Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak bisa berpikir positif lagi. Apalagi suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronis,” ungkap dia.

Ratna Wati mengaku siap jika Pengadilan Negeri Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi permohonan euthanasia merupakan kemauan sendiri suaminya.

“Saya siap menerima jika pengadilan mengabulkan permohonan euthanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengobati penyakitnya di berbagai rumah sakit. Termasuk berobat kampung,” kata dia.

Humas PN Banda Aceh Eddy mengatakan, dalam hukum positif Indonesia tidak mengenal adanya euthanasia. Hukum euthanasia hanya berlaku di Belanda dan negara-negara Eropa lainnya.

“Namun begitu, pengadilan tidak boleh menolak permohonan masyarakat. Termasuk mengajukan permohonan euthanasia yang diajukan korban tsunami,” ungkap Eddy menyebutkan.

Setelah diregister, kata dia, permohonan diteruskan ke ketua pengadilan. Selanjutnya, ketua pengadilan akan menentukan majelis hakim atau hakim tunggal dan jadwal persidangan.

“Nantinya, majelis hakim yang akan memutuskan apakah permohonan euthanasia diterima atau tidak. Pengadilan tidak boleh menolak permohonan diajukan oleh siapa pun,” kata Eddy.Antara

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads