Sebanyak 21 pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang selama ini diperbantukan sebagai staf untuk membantu kelancaran tugas-tugas di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, diduga telah menerima tunjangan ganda dari dua tempat.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga temuan tersebut sebagai indikasi korupsi di tubuh KIP Aceh karena ke-21 staf tersebut menerima tunjangan dari Pemprov Aceh dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sejak tahun 2014 hingga 2016.
“Hal tersebut jelas melanggar hukum dan terindikasi korupsi, karena jika sudah menerima tunjangan dari Pemprov Aceh tidak boleh lagi mengajukan permintaan tunjangan ke KPU RI,” ujar Koordinator Bidang Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi, Kamis (10/11).
Tunjangan itu mulai diberikan sejak Juli 2014 sampai saat ini. Diduga 21 pegawai tersebut juga mengambil jatah tunjangan tahun 2014 selama 6 bulan, dan jatah tunjangan tahun 2016 selama 8 bulan terhitung Januari-Agustus 2016. Jumlah nominal tunjangan bervariasi karena disesuaikan dengan pangkat dan jabatan mereka di KIP Aceh.
Disebutkan, pemberian tunjangan dari KPU RI kepada seluruh pegawai/stafnya itu, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 189 Tahun 2014. Secara peraturan, KPU RI tidak membolehkan seluruh pegawai atau stafnya menerima dua tunjangan kinerja.
Artinya, jika sudah menerima tunjangan dari KPU RI, maka tidak boleh lagi menerima tunjangan dari pemerintah daerah, meski pegawai/staf dimaksud PNS di lingkungan pemerintah daerah. Peraturan tersebut, sudah dilanggar oleh 21 PNS yang diperbantukan di Sekretariat KIP Aceh.
Kerugian yang dialami negara menurut perhitungan yang dilakukan MaTA, mencapai Rp1,595 miliar lebih. Dengan rincian tahun 2014 tunjangan 21 orang x 6 bulan (Juli-Desember) Rp368.082.000, Tahun 2015 tunjangan 21 orang x 12 bulan (Januari-Desember) Rp736.164.000 dan Tahun 2016 tunjangan 21 orang x 8 bulan (Januari- Agustus) Rp490. 776.000.
Berbeda
“Tunjangan dari KPU berlaku sejak Juli 2014 hingga saat ini, yang besarannya berbeda satu sama lain tergantung dari kelas jabatan pegawai. Sekretaris KIP Rp10 juta lebih, sedangkan jabatan paling rendah kelas empat tunjangan kinerja sekitar Rp1 juta,” kata Baihaqi.
Menurut penelusuran dan investigasi yang dilakukan MaTA, ternyata ke-21 staf tersebut membuat dan menandatangani surat pernyataan tidak pernah menerima tunjangan dari Pemprov Aceh, tujuannya agar mereka bisa mengambil tunjangan dari KPU RI. Padahal, faktanya mereka juga menerima tunjangan dari Pemprov Aceh.
“Pengambilan tunjangan pada KPU RI oleh 21 orang pegawai KIP Aceh dengan cara membuat surat pernyataan tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh merupakan perbuatan korupsi,” jelas Baihaqi.
Temuan indikasi korupsi ke-21 PNS yang diperbantukan ke Sekretariat KIP Aceh tersebut,sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh oleh MaTA, Rabu (9/11). Staf yang dilaporkan termasuk Sekretaris KIP Aceh, Darmansyah.
MaTA juga menemukan seorang staf di KIP Kota Banda Aceh yang diduga telah melakukan suap ke sekretariat KIP Aceh dalam proses melakukan perpindahan sebelumnya dari KIP Aceh Barat ke KIP Kota Banda Aceh.
“Perbuatan suap yang dilakukan oleh oknum Sekretaris KIP Aceh dan oknum staf KIP Kota Banda Aceh sebagai upaya memperlancar proses mutasi staf KIP Aceh mekanisme pemberiannya ditransfer melalui BNI ke rekening milik oknum Sekretaris KIP Aceh,” jelasnya.
Sementara Sekretaris KIP Aceh, Darmansyah membantah adanya indikasi korupsi yang dilakukan 21 PNS Pemprov Aceh yang diperbantukan pada Sekretariat KIP Aceh.
Darmansyah mengaku tunjangan itu merupakan hak pegawai dan uangnya ada pada dinas masing-masing. “Dana tersebut merupakan hak pegawai,” tandasnya.
ANALISA