Sebagai daerah yang diberikan otonomi khusus oleh Pemerintah, Aceh juga diberikan anggaran khusus yang cukup besar dari Pemerintah Pusat.
Besarnya anggaran yang dikelola oleh Pemerintah Aceh itu berpotensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan, sehingga KPK menempatkan Aceh sebagai provinsi yang paling rawan terjadinya tindak pidana korupsi.
Hal demikian diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Raja Nafrizal disela-sela pelantikan dan pengambilan sumpah sejumlah pejabat dijajaran Kejaksaan Tinggi Aceh, Kamis (23/06).
Raja mengakui, pihak Kejaksaan melakukan berbagai upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Aceh baik melalui upaya preventif maupun refresif, salah satunya dengan membentuk T4D untuk mendampingi SKPA dalam melakukan pembangunan di Aceh.
“Aceh mendapatkan anggaran yang khusus, kalau penelitian ICW Aceh ini masuk 10 besar rawan korupsi. KPK juga memasukkan Aceh sebagai rawan korupsi,”lanjutnya.
Sementara itu terkait pelantikan sejumlah pejabat dijajaran Kejaksaan Tinggi Aceh, Raja berharap pejabat yang baru untuk menyelesaikan tugas-tugas dari pejabat lama dan membuat program-program yang lebih baik.
Adapun sejumlah pejabat yang dilantik masing-masing, Mansur sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Teuku Rahmadsyah sebagai Assiten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Aceh.
Selanjutnya, Jabal Nur sebagai kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Djamaluddin sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Simeulu, Mochamad Jefry sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bireun, Rohim sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Sabang, Effendi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Pidie, Agung Ardyanto sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Gayo Lues dan Abdul Kahar Muzakkir sebagai Koordinator pada Kejaksaan Tinggi Aceh.