Akademisi : Damai Bukan Berarti Tidak Ada Lagi Kontak Senjata

Pemerintah Aceh diharapkan untuk mengisi perdamaian yang sudah berjalan selama sembilan tahun, tepatnya pada 15 Agustus 2014 mendatang dengan upaya-upaya mensejahtrakan rakyat Aceh.

Pasalnya perdamaian tanpa diwujudkan dengan kesejahtraan dirasakan tidak berarti bagi masyarakat Aceh.

Hal itu disampaikan Praktisi Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Saifuddin Bantasyam menanggapi sembilan tahun berjalannya perdamaian Aceh pasca penandatanganan MoU di Helsinki Filandia 15 Agustus 2005 silam.

“Jadi kedepan kita berharap pengisian perdamaian lebih banyak kepada tugas-tugas yang memenuhi aspek kesejahtraan rakyat”lanjutnya.

Menurut Saifuddin  perdamaian sesungguhnya bukan tidak ada lagi kontak senjata, akan tetapi perdamaaian juga harus mampu membuat rakyat menjadi sejahtera. Akan tetapi menurutnya situasi damai ini belum signifikan berpengaruh bagi aspek kesejahtraan masyarakat.

“Betul angka kemiskinan turun, tapi tidak signifikan, misalnya kemiskinan yang turun kecil sekali, bahkan tidak sampai satu persen dalam satu-dua tahun ini,padahal kondisi sudah kondusif dan seharusnya semua pihak bekerja pada tupoksi masing-masing”lanjutnya.

Saifuddin mengatakan Secara umum setelah sembilan tahun Aceh berdamai dengan pemerintah pusat sudah tidak ada hal-hal yang substansial yang akan mengganggu proses, menurutnya sudah tidak lagi muncul wacana memisahkan Aceh dari NKRI. Kalaupun ada ketegangan antara pemerintah Aceh dengan pusat, diakuinya itu mampu dilokalisir hanya pada hal-hal yang menyangkut kewenangan Aceh saja.

“Tidak meluber kepada persoalan lain seperti pemisahan diri dan upaya-upaya lain seperti yang dilakukan Gerakan Aceh Merdeka dulu”ujarnya.

Saifuddin menambahkan menyangkut dengan perdamaian Aceh itu sendiri memang ada beberapa hal yang menyangkut dengan pemenuhan hak-hak korban yang harus dilayani oleh pemerintah pusat.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads