Wali Nanggroe Aceh selaku pemangku adat dan pemersatu seluruh rakyat Aceh diminta netral dan tidak memihak partai politik (parpol) apapun dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang akan berlangsung pada 9 April 2014 mendatang.
”Wali Nanggroe Aceh jangan memihak parpol apapun, tapi sebaikny memeluk erat semua parpol,” kata juru bicara (jubir), Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Nasional Aceh (PNA), Munawar Liza di Banda Aceh, NAD, Sabtu (5/4).
Menurut Munawar, Wali Nanggroe Aceh harus pro aktif untuk mencegah teror dan tindak kekerasan bersenjata dengan melakukan mediasi atau pertemuan dengan semua unsur pimpinan parpol. ”Selain Wali Nanggroe Aceh, peran ulama juga sangat penting, karena di Aceh suara ulama itu di dengar sehingga dapat meredam atau bahkan mengakhiri konflik sesama orang Aceh,” tuturnya.
Wali Nanggroe Aceh, Malek Mahmud Al Haitar menaggapi bahwa aksi teror dan kekerasan di Aceh merupakan dinamika politik yang terjadi di alam demokrasi saat ini. ”Ada sedikit kekerasan dan gesekan itu wajar. Biasa itu terjadi di daerah bekas konflik, kalau di luar Aceh, katakanlah di negara tetangga kita di Asia, bahkan lebih parah lagi terjadi, bahkan ada puluhan korban jiwa,” jelas Malek Mahmud pada jumpa persnya di di kantor Majelis Adat Aceh (MAA) Banda Aceh, NAD, Jumat (4/4).
Tapi, Malek Mahmud mengatakan bukan berarti di Aceh biasa terjadi kekerasan dan meminta kepada seluruh stakeholder untuk tetap menjaga perdamaian dan keamanan menjelangan Pemilu. ”Akan tetapi kami meminta rakyat Aceh tetap harus merawat perdamaian ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh,” harapnya.
Malek Mahmud juga meminta kepada parpol dan pemangku kepentingan lainnya agar berkampanye secara santun untuk menjaga keharmonisan antarparpol di Aceh. ”Tidak boleh ada fitnah dan apa lagi berujung terjadi kekerasan,” tegasnya.
Mengenai persoalan persaingan yang tidak sehat dari dua partai lokal Aceh yakni PNA dan Partai Aceh (PA) yang sebenarnya memiliki latar belakang sama sebagai mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). ”Itu merupakan ranahnya parpol dan biarkan mereka menyelesaikan persoalan ini sendiri.
Masing-masing ada pimpinannya sendiri,” terang Malek Mahmud.
Namun, lanjutnya, ada pengecualian bila tidak bisa diselesaikan konflik kedua partai itu maka Wali Nanggroe Aceh akan turun tangan. ”Saat ini kami menilai belum saatnya untuk turun tangan. Sebenarnya tidak ada hal signifikan, tetapi terlalu dibesar-besarkan saja.”(republika.co.id)