Tingginya angka kekerasan menjelang pelaksanaan pemilu di provinsi Aceh disebabkan oleh Masih adanya pihak yang belum faham dengan tata cara berdemokrasi.
Pemilu legislatif yang menjadi agenda lima tahunan dianggap sebagai ajang untuk merebut kekuasaan sehingga berbagai cara dilakukan untuk mencapai tujuan dimaksud.
Hal demikian Anggota komisi III DPR RI Muhammad Nasir Jamil di Banda Aceh, Selasa (25/03/2014).
Nasir Jamil mengatakan lemahnya fungsi intelijen juga menjadi salah satu penyebab masih tingginya aksi kekerasan menjelang pemilu di provinsi Aceh, Nasir mengaku sudah meminta aparat kepolisian untuk mengedepankan fungsi intelijen sehingga bisa memetakan lebih awal potensi-potensi munculnya kekerasan.
“Masih banyak yang belum faham arti demokrasi itu sendiri sehingga masih mengedepankan kekerasan, melihat orang lain sebagai pesaing yang harus dihabisi, dikalahkan sehingga munculah kekerasan”lanjut Nasir.
Nasir mengakui komisi III DPR RI sudah meminta kapolri agar kepolisian lebih berani mengungkap aksi-aksi kekerasan menjelang pemilu di provinsi Aceh, pihaknya berharap pihak kepolisian tidak melakukan tebang pilih dalam penegakan hukum, pihaknya khawatir lemahnya penegakan hukum justru akan memunculkan aksi-aksi kekerasan baru.
“Namun demikian kami berharap polisi juga lebih profesional dalam melihat kasus-kasus tertentu, apalagi masyarakat juga punya penilaian sendiri tentang kondisi Aceh saat ini, Seolah-olah tidak ada kapolda di Aceh yang memegang komando terkait dengan bagaimana bisa mengamankan situasi Aceh selama ini”lanjut politisi PKS itu.
Nasir mengakui disatu sisi pihak kepolisian harus merahasiakan proses penyelidikan terhadap kasus-kasus tertentu, namun disisi lain polisi juga harus menyampaikan sesuatu kepada publik bahwa mereka siap dan mampu menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Hal itu dinilai penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat sehingga mereka tidak takut menuju tempat pemungutan suara pada hari pencoblosan 9 April mendatang.
“Meskipun sudah ada beberapa kasus yang berhasil ditangani oleh pihak kepolisian, namun polisi harus memberikan penjelasan kepada masyarakat sehingga mereka bisa tenang dan aman saat mereka terlibat dalam pemilu.
Apalagi sebelumnya pihak kepolisian Polda Aceh sudah menetapkan ribuan TPS rawan, menurutnya TPS-TPS rawan itu harus mendapat perhatian khusus sehingga pemilu di Aceh tetap bisa menjadi model bagi daerah lain.
“ Pihak kepolisian harus mengajak elemen lain agar pemilu di Aceh tetap bisa menjadi model, jangan sampai pihak luar melihat pemilu di Aceh berjalan tidak demokratis”pungkasnya.