Masyarakat Dinilai Belum Paham Tentang Lembaga Wali Nanggroe

Seratusan perwakilan masyarakat dari Bener Meriah, Aceh Selatan, Nagan Raya dan Sabang menggelar pertemuan membicarakan prosesi pengukuhan Wali Nanggroe. Acara itu berlangsung di Aula Kantor Walikota Sabang, mulai 15 hingga16 November 2013.

Walikota Sabang, Zulkifli H Adam, saat membuka kegiatan ini mengatakan, lembaga Wali Nanggroe merupakan lembaga resmi sebagai amanah dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh serta Qanun Aceh no 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe. Fungsi lembaga selain sebagai Wujud Peradaban Aceh juga menjadi perekat dan atau pemersatu masyarakat Aceh yang plural, dan sempat tercabik-cabik akibat konfik berkepanjangan.

“Selama ini ada masyarakat yang menolak karena mereka tidak paham dengan adanya lembaga ini. Setelah mereka mendapat pemahaman akhirnya mereka tidak menolak lagi,” katanya.

Ketua Majelis Adat Aceh, Badruzzaman menyebutkan, pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para peserta terkait prosesi, tanda kebesaran dan kapan akan digelarnya pengukuhan Wali Nanggroe. Para peserta nantinya dapat memberikan kontribusi dan pemikirannya tentang hal itu.

“Melalui kegiatan ini kita akan mendapat banyak masukan bagaimana prosesi-prosesi dan lambang adat yang dapat digunakan untuk pengukuhan wali nanggroe nantinya,” ujarnya.

Selain itu, Badruzzaman menyebutkan, kegiatan ini juga merupakan bagian dari sosialisasi Qanun 8 tahun 2012 tentang Wali Nanggroe. Perwakilan masyarakat ini nantinya akan ikut mensosialisasikan keberadaan lembaga Wali Nanggroe di tengah masyarakat.

“kita berharap semua masyarakat mendapat pengetahuan yang menyeluruh tentang keberadaan wali nanggroe, karena keberadaan lembaga Wali Nanggroe itu punya manfaat besar bagi kemajuan Aceh,” katanya.

Saat pembukaan dan seminar singkat yang menjadi bagian dari pertemuan ini, sejumlah peserta sempat mempertanyakan beberapa hal terkait posisi Wali Nanggroe. Antara lain terkait penolakan beberapa elemen masyarakat dan juga persoalan kewenangan Wali Nanggroe yang diisukan melebehi kewenangan gubernur.

Ketua tim perumus Muedrah Wali Nanggroe, Azhari Basyar menyebutkan, penolakan terjadi karena sebagian masyarakat belum mendapat pengetahuan yang menyeluruh tentang lembaga ini. Dia menegaskan Wali Nanggroe bukan lembaga politik dan hanya merupakan lembaga adat.

“Jadi tidak benar kewenangan Wali Nanggroe itu melebihi Gubernur. Wali Nanggroe adalah lembaga adat yang tujuannya adalah untuk menyatukan rakyat Aceh,” ujarnya.

Selain di Sabang, pertemuan serupa juga telah dilaksanakan di Meulaboh Aceh Barat, yang melibatkan masyarakat dari wilayah Selatan dan Tenggara Aceh. Rencanannya beberapa hari ini kegiatan Meudrah ini juga akan digelar di Aceh Tengah, Langsa dan Simeulue.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads