Pengamat hukum Aceh, Mukhlis Muktar SH, mengatakan salah satu persoalan yang menjadi titik kajian kritis masyarakat sipil adalah tentang elektoral treshold (ET) untuk partai politik lokal dan calon independen dalam Pilkada.
Mukhlis menyatakan jika merujuk kepada UUPA, maka Aceh hanya punya kesempatan satu kali untuk calon independen dan itu sudah dilaksanakan. Sedangkan daerah lain malah sudah membenarkan adanya jalur perseorangan itu.
“Saya pikir, pada tahun 2012 calon independen harus diberi kesempatan lagi sehingga hak demokrasi mereka tidak teramputasi oleh aturan lokal. Apalagi, secara nasional calon independen telah dibuka ruang seluas-luasnya,” ungkapnya.
Mukhlis berpendapat, kalaupun aturan dalam salah satu pasal untuk calon independen ini diubah, maka secara subtansi tidak akan mengganggu pasal yang lain.
“Dalam pasal itu disebutkan calon independen hanya satu kali. Jadi tinggal kalimat satu kali saja dihilangkan, sehingga semua pihak mendapat kesempatan yang sama,” kata dia.
Mukhlis juga yakin revisi terhadap aturan ini tidak akan bertentangan dengan MoU Helsinki, karena dalam salah satu butir MoU Helsinki disebutkan bahwa Aceh adalah bagian dari NKRI. Sehingga aturan yang dipakai tentunya harus berdasarkan UU yang berlaku secara nasional.
Hasil penelusuran terkait dengan calon perseorangan dalam pilkada yang diperbolehkan hanya sekali tercantum dalam pasal 256 UUPA. Bunyi pasal tersebut adalah “ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) huruf (d) berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak UU ini diundangkan.” jelasnya. (im)