Demi memenuhi kebutuhan material pembangunan rumah dan sarana lainnya di Pulau Banyak, masyarakat melakukan ekploitasi terumbu karang secara besar – besaran, hal itu dikarenakan masyarakat sulit mendapatkan Material lain selain terumbu karang. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil di desak mengambil langkah yang tepat unutk mengatasi ketergantungan penggunaan karang untuk bahan galian C.
Koordinator Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (Jaringan KuALA), M Airfsyah Nasution, mengatakan jumlah terumbu karang yang diambil setiap harinya mencapai 2 M3 persekali angkut sehingga dalam setahun sebanyak 10.080 M3 karang diambil oleh penambang sehingga hal ini akan mengancam ekosistem iar di Pulau Banyak.
“Modus penambangan ya kalau ada permintaan dengan harga 50.000 M3, itu belum potong biaya segala macam jadi kotornya mereka hanya dapat 40,000 M3” katanya.
Sementara itu ketua Walhi Aceh, TM Zulfikar mengatakan jika penambangan karang terus dilakukan oleh masyarakat maka dikhawatikan akan banyak pulau – pulau kecil yang tenggelam diakibatkan oleh makan derasnya ombak yang menghantam pulau – pulau kecil.
“ Pada hal di MoU yayasan pulau banyak dengan pemerintah kabupaten memastikan pada saat itu ada larangan, tetapi larangan juga harus ada subsisi yang jelas,ketika ini gk jelas pemerintah kabupaten bisa meminta pemerintah yang lebih tinggi untuk solusi bersama” katanya.
Pasca tsunami Aceh dan gempa Nias 2004 silam , kawasan Pulau Banyak mengalami penurunan permukaan tanah sekitar 1 – 2 Meter dari permukaan laut. Hal ini banyak menyebabkan pemukiman penduduk menjadi langganan banjir pada saat pasang laut bahkan ada yang tidak dapat digunakan lagi karena posisinya sudah berada di dalam laut. Kondisi ini memicu ekploitasi terumbu karang secara besar – besaran untuk pemenuhan material pembangunan rumah dan sarana lainnya. (im)