Lembaga Penyiaran Radio di Aceh menyoroti beberapa pasal dalam Rancangan Qanun Penyiaran Aceh yang dinilai berpotensi membunuh kelangsungan hidup industri penyiaran khususnya radio di Aceh.
Sejumlah ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dianggap merugikan lembaga penyiaran radio di Aceh dan disusun tanpa pertimbangan yang matang.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan, antara lain, Pasal 16-18 terkait durasi, produksi dan tidak jelasnya sumber biaya produksi. Sementara pada Pasal 26 dialokasikan pendanaan yang bersumber dari APBN untuk mendukung penyelenggaraan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh. Jika persentase konten yang diharuskan tidak sesuai, pada Pasal 30 tercantum sanksi yang berat bagi lembaga penyiaran yang melanggar.
Menanggapi hal itu CEO Radio Antero, Uzair mengatakan pasal-pasal tersebut perlu ditinjau ulang karena butir-butir yang ada dalam pasal-pasal tersebut diputuskan tanpa kajian yang komprehensif.
“Rancangan qanun ini tanpa kajian Daftar Inventaris Masalah yang komprehensif,” jelasnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, lembaga penyiaran radio menyampaikan sikap penolakan atas Rancangan Qanun Penyiaran Aceh dengan alasan sebagai berikut:
Tidak dilakukan kajian yang komprehensif terhadap Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang selama ini dialami oleh lembaga penyiaran khususnya radio.
Tidak dilakukan kajian yang lengkap terhadap tanggapan masyarakat atas konten siaran selama ini dari lembaga penyiaran khususnya radio.
Banyak hal sudah diatur dalam UU Penyiaran dan SPS/P3 termasuk UU lainnya yang terkait, seperti UU Periklanan, UU Telekomunikasi, dan UU Pokok Pers.
Sejumlah kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 16-18 tidak disertai dengan hak berupa sumber anggaran untuk biaya produksi atas kewajiban tersebut.
Dalam Pasal 26 anggaran untuk KPIA dibebankan pada APBA sementara KPIA merupakan lembaga negara yang mestinya anggarannya bersumber dari APBN.
Produksi program sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 16 sudah dilakukan di hampir semua lembaga penyiaran khususnya radio.
Sebagai bentuk protes terhadap Rancangan Qanun Penyiaran Aceh yang dianggap memberatkan lembaga penyiaran radio, 30 radio (jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah) akan berhenti mengudara selama sehari pada Kamis, 9 November 2023, yaitu:
- Antero FM Banda Aceh
- Panglima Polem FM Aceh Besar
- Lima 7 FM Aceh Besar
- Three FM Banda Aceh
- Kluetezz FM Aceh Selatan
- Dalka FM Meulaboh
- Fatali FM Aceh Barat Daya
- Radio Xtra FM Aceh Singkil
- Megaphone FM Sigli
- Hidayah FM
- Urban FM Aceh Besar
- Toss FM Banda Aceh
- Muna FM Subulussalam
- Nikoya FM Banda Aceh
- Mutiara FM Pidie
- ASFM Sigli
- Radio KIS FM Aceh Besar
- Radio SLA FM Takengon
- Kontiki FM Banda Aceh
- Djati FM Banda Aceh
- Amanda FM Takengon
- RadioBadratun FM Sigli
- Radio Serambi FM Banda Aceh
- Meugah FM
- Cities FM Lhokseumawe
- Diradja FM Lhokseumawe
- Istiqomah Arun Lhokseumawe
- Radio Serambi Aceh Bireun
- Radio Rumoh PMI
- Radio Katalina FM Sigli
Rancangan Qanun Penyiaran Aceh yang dianggap kontroversial dan melemahkan fungsi lembaga penyiaran radio di Aceh tersebut merupakan usul inisiatif Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. (Lia Dali)