Wacana revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh mencuat kembali akibat belum maksimalnya layanan bank syariah. Redaksi menerbitkan seri wawancara eksklusif dengan sejumlah narasumber penting. Ini merupakan seri kesembilan dari 10 seri wawancara.
Pemberlakuan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tahun 2018 di Aceh telah memaksa semua bank konvensional keluar dari Aceh sehingga saat ini Aceh hanya memiliki dua bank syariah, yaitu Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Akibatnya, masyarakat tak punya pilihan selain memakai layanan BSI.
Error-nya sistem transaksi BSI awal pekan lalu pun memicu reaksi masyarakat Aceh terutama kalangan pengusaha, pedagang, dan UMKM yang mengaku sangat dirugikan atas lemahnya pelayanan BSI. Puncaknya, sebagian masyarakat menginginkan agar Qanun LKS segera direvisi dan menghadirkan kembali bank konvensional di Aceh. Namun, hal ini menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA mengatakan Pemerintah Aceh akan merevisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga keuangan Syariah (LKS). Rencana revisi tersebut akan membuka peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh.
Muhammad MTA mengatakan Pemerintah Aceh telah menyurati DPRA terkait peninjauan revisi Qanun LKS tersebut. Hal ini berdasarkan aspirasi dari masyarakat terutama pelaku dunia usaha atas penerapan Qanun LKS yang disampaikan pada SKPA-SKPA terkait.
Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA, Mawardi membenarkan bahwa pemerintah Aceh pada 26 oktober 2022 telah mengirim surat tersebut, tapi pihaknya baru menindaklanjuti usulan itu setelah layanan BSI error pada awal Mei 2023 lalu.
Setelah melakukan musyawarah internal, pihaknya memutuskan bahwa DPRA akan mengkaji terlebih dahulu apakah Qanun LKS tersebut akan direvisi atau tidak. Saat ini, pihaknya belum memasuki substansi pasal terkait revisi Qanun LKS, tetapi baru membahas esensinya. Dia juga mengatakan persoalan ini butuh kajian mendalam bersama pihak-pihak terkait antara lain para ulama, akademisi, ekonom, dan pakar ekonomi Islam di Aceh.
Berikut wawancara jurnalis anterokini,com dengan Mawardi.
Apa tanggapan Anda atas silang pendapat di masyarakat atas rencana revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah?
Ini merupakan sebuah dinamika dari dampak penerapan sebuah aturan. Ini wajar dan lumrah terjadi pro-kontra. Di satu sisi kita ingin syariat Islam ini tegak secara kaffah melindungi seluruh rakyat Aceh dari praktik ribawi. Di satu sisi juga ada para pelaku usaha, baik dari dunia perdagangan, pariwisata, UKM, dan lain-lain terkendala dengan tinggal dua bank saja yang mengelola Aceh hari ini.
Dalam perkembangan terbaru tekanan kelompok konservatif telah membuat Anda selaku Ketua Banleg DPRA menghentikan rencana revisi Qanun LKS tsb? Apakah Anda tidak mendengar suara-suara masyarakat yang ingin adanya revisi?
Sebenarnya kita tidak boleh mengatakan kalimat konservatif terhadap masyarakat Aceh, tapi kita boleh lebih etis mengatakan bahwa antara yang pro dan kontra saja dan tidak ada kalimat-kalimat yang menjustifikasi kelompok-kelompok di Aceh.
Pada intinya kita bukan ingin menghentikan revisi. Ini perlu kami tegaskan bahwa pemerintah Aceh yang mengirim surat permohonan revisi untuk membuka peluang kembalinya bank konvensional di Aceh tanpa melampirkan hasil kajian ataupun pendapat akademik pada kami. Ini yang terjadi.
Jadi, kami bukan menghentikan revisi, memang belum. Semenjak Oktober 2022 masuk surat kepada kami, kami memang belum melihat substansi apa yang ingin direvisi. Kami memang belum melihatnya dikarenakan lampiran surat tersebut tidak memuat urgensi revisinya apa? Hanya pada narasi pasal per pasal yang mereka minta diubah.
Sementara kita ketahui bersama bahwa Qanun LKS ini dilahirkan dari sebuah cita-cita. Terlepas bahwa hari ini dalam penerapannya ada kendala, kami juga sangat menyadari bahwa ada pihak-pihak masyarakat yang memang menginginkan penyelesaian persoalan terhadap ekonomi Aceh. Ini juga merupakan hal yang sangat penting.
Jadi, kami tidak dalam konteks hari ini menghentikan ataupun melanjutkan, tapi memang DPR Aceh belum pada konteks kepastian apakah harus revisi atau tidak. Kami baru pada konteks ingin melakukan kajian-kajian secara mendalam dan komprehensif dengan melibatkan semua stakeholder dan elemen masyarakat, baik dari kalangan para ulama, umara, ekonom, pengusaha, pedagang, para pelaku usaha kecil (UKM), itu juga akan kita sasar untuk mencari pendapat. Nah, disitulah kami akan menimbang dengan pendapat para pakar, kita akan menimbang, mana lebih baik? Mungkin juga ada solusi yang lain. Itu yang akan kami lakukan.
DPRA akan melakukan kajian mendalam atas pemberlakukan Qanun LKS sebelum melakukan revisi atau tidak revisi?
Ya, kita akan melakukan kajian yang sangat mendalam. Artinya, dari hasil kajian tersebutlah kita akan mendapat apa tantangan, jawaban, dan apa yang harus dilakukan berdasarkan tentunya keilmuan dan kondisi yang terjadi hari ini. Hari ini kan masih meraba-raba, yang salah sistemnya mengapa Qanun LKS yang berimbas? ataupun sebaliknya, ataupun secara konteks ekonomi Aceh hari ini memang bank syariah tidak mampu. Itu nanti akan diketahui oleh kajian-kajian akademik tentunya.
Tekanan kelompok kontra revisi apakah membuat Anda khawatir tidak dipilih lagi dalam Pemilu 2024? Apakah anda tidak melihat kemungkinan silent majority justru menginginkan revisi Qanun LKS?
Saya tidak dalam kapasistas hari ini sebagai caleg. Kami tidak masuk ke ranah politik dan kami berharap kepada masyarakat juga tidak ada yang ditarik-tarik ke arah politik. Ini murni masalah kegaduhan akibat implikasi dari penerapan syariat Islam, yaitu melalui muamalah Qanun LKS.
Jadi, dalam konteks kami di sini adalah kami sebagai representatif dari masyarakat, kami harus mendengar kedua pihak. Ketakutan-ketakutan itu memang kalau dihadapkan antara pro-kontra kami kan tidak bisa juga tahu ini yang pro-ini yang kontra.
Kalau secara pribadi saya tidak ada persoalan dengan hal itu. Tidak ada ketakutan karena kita juga bukan dalam konteks menghentikan sesuatu yang sedang berjalan. Memang sesuatu yang belum berjalan, tetapi sudah terlanjur menjadi isu, sudah terlanjur heboh. Itu saja.
Apa agenda lanjutan dari Banleg DPRA menyikapi pro-kontra rencana revisi Qanun LKS, apa yang akan dilakukan dalam waktu dekat?
Kami akan memanggil beberapa pihak terutama OJK dan Dewan Pengawas untuk memastikan dan menanyakan beberapa hal tentunya. Kami juga akan terus kontinyu memanggil beberapa stakeholder dan elemen untuk bertanya, baik yang pro dan kontra.
Setelah itu kami akan duduk dengan para pakar untuk mendapatkan beberapa masukan solusi terbaik. Bagaimana melibatkan para ulama karena menyangkut dengan Qanun LKS itu kita harus mendapatkan juga fatwa-fatwa ulama majority di Aceh, tidak hanya melalui MPU saja. Bagaimana pandangan mereka terhadap perbankan di Aceh, sementara hari ini ada khilafiyah antara penerapan perbankan secara umum di negara-negara Islam yang lain. Itu juga akan kita minta pandangan-pandangan tersebut. (Lia Dali)