Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta segera menuntaskan persoalan Provinsi Aceh yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat, sebelum masa jabatannya berakhir. Jika tak selesai maka SBY harus minta maaf ke publik.
Sosiolog dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, mengatakan, SBY yang hampir 10 tahun berkuasa masih memiliki tanggung jawab secara politik dan moral terhadap pelimpahan wewenang pemerintah pusat sesuai amanah Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan implementasi butir-butir MoU Helsinki yang belum terealisasi.
“Kalau dalam dua atau tiga bulan ke depan tidak ada progres apa pun tentang Aceh, SBY harus meminta maaf kepada publik,” katanya dalam diskusi publik ‘Menakar Peluang Aceh usai Pilpres’ di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Sabtu (9/8/2014).
SBY seharusnya wajib menyelesaikan semua persoalan politik terkait Aceh dua atau tiga tahun setelah UU Pemerintahan Aceh disahkan pada 2006. Seperti, pengesahan rancangan peraturan pemerintah serta rancangan peraturan presiden terkait pelimpahan wewenang serta bendera, lambang, pembentukan pengadilan hak asasi manusia (HAM) dan Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR).
Menurutnya, persoalan itu sebenarnya mudah saja diselesaikan, tapi selama ini terkesan sulit karena dipolitisasi dan disalahtafsirkan oleh pihak tertentu di Jakarta.
Saifuddin mencontohkan pembentukan pengadilan HAM, cukup dengan mengeluarkan perpres penambahan jumlah pengadilan HAM dari yang sudah ada, sementara peraturan terkait penegakan HAM sudah ada. “Tidak perlu gedung baru, hanya butuh beberapa hakim saja,” ujarnya.
Sementara itu, Saifuddin juga pesimistis segala permasalahan politik yang menjadi kewenangan pemerintah pusat terhadap Aceh akan selesai di bawah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal itu mengingat PDI Perjuangan sebagai partai pengusung Jokowi tak memiliki hubungan baik dengan Aceh.
Menurutnya, Megawati dan politisi PDIP sejak dulu menentang perundingan GAM dan Pemerintah Indonesia serta pemberian otonomi daerah kepada Aceh. Mereka juga kerap melontarkan kritik terhadap pemberian kewenangan berlebihan kepada Aceh.
Sementara Jusuf Kalla yang jadi wakil Jokowi, kata Saifuddin, juga tak bisa diharap banyak. Sebab, selama menjadi wakil dari Presiden SBY, banyak tanggung jawabnya terhadap Aceh yang tak dituntaskannya. “Padahal, JK punya lima tahun masa jabatannya saat itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, Saifuddin menyarankan kepada Pemprov Aceh agar terus mendesak SBY menuntaskan persoalan pelimpahan kewenangan Aceh dan menjalin hubungan dengan tim pemerintahan yang baru lewat komunikasi politik yang baik, melibatkan banyak pihak.(okezone)