Gubernur Aceh Zaini Abdullah menegaskan, tetap memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium) pertambangan terutama bidang galian emas dan bijih besi dan ini, jelas Gubernur, sudah menjadi komitmen pemerintah menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
“Moratorium tambang di Aceh bertujuan menjaga kelestarian lingkungan. Sumberdaya alam ini akan kita warisi untuk dimanfaatkan oleh generasi Aceh dimasa mendatang,” kata Zaini Abdullah, dalam pertemuan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh di ruang rapat Gubernur Aceh, Banda Aceh, Selasa (5/8/2014).
Rapat tersebut adalah dalam rangka mencari solusi dan penanganan pencemaran limbah logam berat di Krueng Teunom Kabupaten Aceh Jaya dan Krueng Meriam Tangse, Pidie.
Terkait penambangan emas tradisional yang dilakukan masyarakat, Gubernur mengatakan prihatin disebabkan warga tidak melihat dampak negatif dari aksi itu seperti penggunaan bahan kimia berbahaya yakni Merkuri (Hg) dan Sianida.Penggunaan merkuri secara bebas dan tanpa pengawasan pihak berwenang ini, katanya, menyebabkan pencemaran air sungai dan air tanah.
“Ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidupdan harus dilakukan langkah-langkah penanganansegera,”ujarnya.
Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam berwujud cair, bila dipanaskan pada suhu 37 C, Hg akan menguap. Para penambang emas tradisional menggunakan Merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari bebatuan kecil.
Gubernur Zaini Abdullah juga menyeru masyarakat agar tidak lagi melakukan penambangan emas tanpa izin. Dibeberapa lokasi, sebut Zaini, sudah mulai terjadi berbagai kerusakan lingkungan, pencemaran air, kerusakan hutan, pencemaran udara dan kerusakan sarana jalan.
“Emergency. tidak boleh dibiarkan, ini masalah serius,” pungkasnya.