Wakil Komisaris Utama PT. Bank Syariah Indonesia (BSI) Dr. TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA menjadi penceramah pada Maulid Nabi Muhammad SAW dan Peringatan 17 Tahun Tsunami Aceh yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Aceh di Aula SMKN 2 Kota Banda Aceh, Senin 27 Desember 2021.
TGB yang juga Gubernur Nusa Tenggara Barat Periode 2013 – 2018 tersebut hadir bersama Komisaris Independen PT. BSI, M. Arief Rosyid Hasan, Anggota Dewan Pengawas Syariah PT. BSI, Dr. Mohammad Hidayat dan Regional CEO PT. BSI Aceh, Wisnu Sunandar memenuhi undangan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Alhudri MM.
Tiba di acara maulid, TGB bersama rombongan disambut dengan Seumapa oleh Medya Hus serta pengalungan syal khas Aceh oleh Kadisdik Alhudri. Seumapa merupakan seni tutur bahasa tradisi Aceh yang lazim digelar saat menyambut orang-orang istimewa dengan kiasan syair dan pantun yang disampaikan secara kocak dan jenaka.
Dalam ceramahnya, TGB mengaku tersanjung dengan penyambutan yang dilakukan terhadap dirinya bersama rombongan BSI. Menurut TGB, Seumapa adalah tradisi yang cukup indah dan mencirikan identitas orang Aceh yang ramah, rendah hati, dan selalu bersyukur kepada Allah.
Hal itu lah yang dilihat saat pertama sekali menginjakkan kaki ke Bumo Serambi Mekkah. TGK menuturkan, saat hendak ke Aceh dirinya sempat berfikir bahwa ia bersama rombongan akan bertemu dengan masyarakat Aceh yang bermuram durja, wajah-wajah yang penuh dengan kesedihan dan kebingungan, hal itu mengingat agendanya ke Aceh dalam rangka memperingati 17 tahun tsunami Aceh.
“Tapi masyaAllah, tabarakallah. Saat begitu saya turun dari pesawat, yang saya saksikan adalah wajah-wajah ceria penuh dengan kesyukuran kepada Allah,” kata TGB.
Oleh karena itu, menurut TGB untuk mengetahui orang Aceh, kondisi Aceh dan sebagainya tentang Acehm maka datanglah ke Aceh.
“Kalau mau mencintai Aceh datanglah ke Aceh. Kalau mau tahu orang Aceh seperti apa datanglah ke Aceh, ajaklah bicara bersama,” kata TGB.
Aceh memiliki keunikan, kata TGB. Jumlah tempat ngopi paling banyak mungkin hanya di Aceh dan itu tidak pernah sepi, akan tetapi bukan bererti orang Aceh tidak bekerja karena selalu di warung kopi, karena ternyata di tempat kopi juga bagian dari membangun kebersamaan. “Masya Allah, mau tahu Aceh datanglah ke Aceh,” katanya lagi.
Alumni doktor tafsir dan ilmu Alquran Universitas Al-Azhar Kairo ini mengungkapkan, banyak orang di luar terkadang sering menilai sesuatu hanya dari berita, seperti halnya terhadap Aceh. Selain berita keindahan alam, budaya dan adat istiadat Aceh, mungkin juga ada kesan di luar bahwa karena lama dilanda konflik bersenjata suasana masyarakat Aceh menjadi tegang, orang-orangnya sulit senyum, suasana sosialnya juga berubah tidak seperti tempat lain.
“Padahal begitu datang ke Aceh, Alhamdulillah ternyata berita tidak sama dengan pandangan mata,” kata TGB.
Oleh karena itu, kepada para siswa yang hadir dalam kegiatan tersebut TGB berpesan, jika punya media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan lain sebagainya satu hal yang perlu diingat, jika ada informasi yang dapat mengundang rasa benci dan berkurang cinta kepada Aceh, berkurang cinta kepada Indonesia dan suudzon kepada orang lain, maka tabayyunlah, sebagaimana prinsip islam.
“Nggak usah gampang-gampang dipercaya, boleh saja ada 1001 berita sampai kepada kita tapi jangan begitu mudah kita percaya, kecuali sudah kita lihat dengan kasat mata, kecuali sudah kita tabayun kan. Kenapa? Karena kehancuran dan konflik datang dari kabar bohong. Kita patut bersyukur terhadap kondisi Aceh yang damai seperti saat ini,” ujar TGB.
TGB berpesan, “bangunlah hubungan sosial antar sesama secara baik, selalulah berfikiran positif, dan optimis, karena untuk Aceh kedepan tidak ada jalan lain selain membangun optimisme di dalam hati kita, Insya Allah,” tutup TGB.
Sementara itu Kadisdik Alhudri mengatakan, bahwa Aceh dan Lombok NTB memiliki hubungan emosional yang erat, bahkan saat gempa dan tsunami menimpa lombok beberapa tahun lalu, Aceh hadir sebagai salah satu provinsi yang ikut merasakan kepiluan masyarakat Lombok saat itu.
“Masyarakat Aceh saat itu ikut membantu masyarakat lombok dengan membangun masjid bernama An-Nur Aceh yang dibuat dari material bambu, dan saat ini sudah dipakai untuk beribadah,” kata Alhudri.