Dari 134 izin pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah di Aceh hanya 36 diantaranya yang serius beroperasi, sedangkan 98 lainnya belum beroperasi dengan berbagai alasan.
Hal demikian dikatakan kepala dinas pertambangan dan energi Aceh Said Ikhsan pada Launching pendidikan anti korupsi sektor tambang yang diselenggarakan Gerak Aceh, Kamis (12/06/14).
Said menyebutkan beberapa alasan sejumlah perusahaan menunda operasi pertambangan, antara lain adanya perusahaan yang izinnya berada dikawasan hutan lindung, sehingga membutuhkan izin dari Kementrian Kehutanan, sedangkan Kementrian Kehutanan baru akan mengeluarkan izin jika direkomendasikan oleh Gubernur Aceh. Selanjutnya masalah SDM, dimana sejumlah perusahaan tidak memiliki SDM yang menguasai pertambangan, selanjutnya ada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai sehingga membutuhkan mitra kerja.
Atas dasar itu Said berharap kepada bupati/walikota diseluruh Aceh untuk mendata kembali izin-izin yang sudah dikeluarkan dan dievaluasi.
“Sekarang tidak semua perusahaan bisa mudah main ditambang, butuh modal besar dan kemampuan, tidak bisa dengan hanya 2 truk dan 1 beko saja”ujarnya.
Said menambahakan kehadiran tambang akan sangat besar memberi manfaat bagi rakyat disekitar asalkan dikelola dengan baik dan profesional, menurutnya jika tidak dikelola dengan baik maka yang akan merasakan dampak juga masyarakat disekitar tambang.
“Kalau di Aceh pertambangan masih sangat muda, baru tahun 2005, masih muda dibandingkan daerah lain”lanjutnya.
Said mengingatkan ada tiga keseimbangan yang harus dijaga untuk kelanjutan sektor tambang, yang pertama keseimbangan penerimaan, antara perusahaan dengan pemerintah daerah, kemudian keseimbangan lingkungan dan keseimbangan tenaga kerja.
Diakui Said saat ini qanun tentang pertambangan sudah disahkan oleh DPR Aceh namun belum mendapatkan persetujuan dari pemerintah Aceh.