Pemerintah Aceh akan mengelola sendiri hutan Aceh tanpa campur tangan pihak luar termasuk NGO Asing, pengawasan terhadap hutan Aceh akan dilakukan oleh majelis hutan Aceh yang berkedudukan langsung dibawah lembaga Wali Nanggroe.
Selain itu mengenai penyebutan istilah hutan lauser dan hutan ulu masen juga akan dihilangkan dan akan digunakan satu istilah yaitu hutan Aceh.
Hal demikian dikatakan ketua Pansus Racangan Qanun Rencana Tata Ruang dan Wilayah Aceh (RTRWA) 2013-2033, Anwar Ramli pada sidang paripurna DPR Aceh Selasa (24/12/2013).
Anwar mengatakan Rencana pola ruang Aceh meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurutnya dalam pembahasan di Pansus II luas kawasan lindung diusulkan 2.938.579,68 Ha (49,91%) dan kawasan budidaya 2.949.506,83 Ha (50,09%). Sedangkan Pansus RTRW Aceh menginginkan luas kawasan budidaya itu bertambah dari apa yang telah diusulkan sebelumnya apalagi dengan adanya pemekaran wilayah Aceh dari 11 wilayah menjadi 23 kabupaten/kota sehingga membutuhkan ruang budidaya yang lebih besar, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Hutan Aceh akan kita kelola sendiri dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaannya dilakukan oleh Majelis Hutan Aceh (MHA), berkedudukan dibawah Lembaga Wali Nanggroe”lanjutnya.
Anwar menyebutkan kawasan lindung terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya. Sedangkan kawasan budidaya Aceh terdiri atas kawasan permukiman, kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa, kawasan industri dan pergudangan, kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan wisata, dan kawasan pertahanan dan keamanan.