Qanun Hukum Acara Jinayat Untuk Mengisi Kekosongan Hukum

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan Qanun Hukum Acara Jinayat pada Pertengahan Desember 2013 lalu, kehadiran hukum acara jinayat ini dinilai sebagai kebutuhan mutlak bagi aparatur penegak syariat Islam di provinsi Aceh dalam menjalankan kewenangannya.

Sementara untuk Qanun Jinayat, DPR Aceh menunda pembahasannya dan baru akan dibahas pada tahun 2014 mendatang, mengingat Qanun jinayat yang diusulkan oleh pemerintah Aceh (Eksekutif) belum lengkap, masih sebatas pada menggabungkan empat qanun sebelumnya. DPR Aceh berharap dalam qanun jinayat juga bisa diisi dengan perkara lain seperti perkara pencurian, pembunuhan, dan tindak pidana korupsi.

Ketua Pansus Qanun Hukum Acara Jinayat DPR Aceh Abdullah Saleh mengatakan Qanun Hukum Acara Jinayat sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum terhadap empat qanun syariat Islam sebelumnya yang sudah diberlakukan di Aceh. Keempat qanun tersebut masing-masing tentang Akidah, Ibadah dan Syiar Islam, khamar, maisir, dan khalwat dinilai belum mampu menjawab persoalan penegakan syariat Islam.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya provinsi Aceh telah melahirkan empat peraturan atau qanun terkait syariat. Yaitu Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Akidah, Ibadah, dan Syiar Islam, Qanun Nomor 12/2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya, Qanun Nomor 13/ 2003 tentang Maisir (Judi), dan Qanun Nomor 14/2003 tentang Khalwat (Mesum).

“Kita inginkan qanun jinayat tidak sebatas empat masalah saja tapi harus mencakup semua permasalahan hukum seperti pemerkosaan, pencurian dan tindak pidana korupsi sekalipun, itu harus masuk sebagai materi qanun jinayat, makanya kita tunda dulu qanun jinayat yang sudah diusulkan”lanjutnya.

Abdullah Saleh menambahkan jika empat qanun yang sudah sebelumnya bisa berjalan dengan baik maka dampaknya akan sangat besar bagi masyarakat, karena penyakit masyarakat yang paling besar dampaknya saat ini adalah judi, minuman keras dan mesum.

Abdullah Saleh menyebutkan dalam qanun hukum acara jinayat, terdapat beberapa perbedaan prinsipil dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku  di lingkungan peradilan umum, antara lain Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara jinayat atas dasar permohonan si pelaku jarimah.

Menurutnya qanun hukum acara jinayat juga memperkenalkan penjatuhan ’uqubat secara alternatif antara penjara, cambuk, dan denda dengan perbandingan 1 (satu) bulan penjara disetarakan dengan 1 (satu) kali cambuk atau denda 10 (sepuluh) gram emas murni.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads