Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau warga mewaspadai potensi cuaca ekstrem. Perkiraan cuaca ekstrem itu akan terjadi selama 1 minggu ke depan.
“Dalam satu minggu ke depan diperkirakan masih akan terjadi anomali cuaca akibat sistem pola tekanan rendah di Samudera Pasifik sebelah timur Filipina,” kata Ketua BMKG Dwikorita Karnawati, Selasa (19/6).
“Meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem, meskipun 60 persen wilayah Indonesia memasuki kemarau. 40 persen masih dalam masa transisi,” lanjutnya.
Dwikorita menyampaikan hal tersebut lewat video conference saat jumpa pers di mini studio BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dwikorita melakukan video conference dari Jenewa, Swiss.
Dwikorita menjelaskan saat ini 60 persen wilayah Indonesia mengalami kemarau seperti NTT, NTB, Bali, dan Jawa. Ia mengatakan puncak kemarau akan terjadi Agustus-September 2018 dan berakhir pada November 2018.
Selain potensi cuaca esktrem, menurut Diwkorita, sistem pola aliran udara juga bisa menimbulkan gelombang tinggi hingga 2,5 sampai 4,0 meter. Dia mengimbau agar kewaspadaan cuaca ekstrem ditingkatkan.
“Kami imbau agar kewaspadaan cuaca ekstrem ditingkatkan. Cuaca ekstrem juga karena adanya sirkulasi siklonik di wilayah Samudera Hindia Barat,” ujarnya.
Diperkirakan gelombang laut tinggi sampai 4,0 meter itu akan terjadi di barat Simeuleue-Mentawai, Perairan Bengkulu-Lampung, Selatan Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa-Sumbawa, Selatan Bali-Lombok-Alas bagian selatan, Sumba-Sawu, Laut Timor Selatan NTT, Samudera Hindia Barat Sumatra hingga selatan NTT.