Wakil Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Ahmad Farhan Hamid meminta pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk menampung semua aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui unjukrasa terkait dengan qanun Wali Nanggroe.
Farhan mengatakan pemerintah Aceh dan DPR Aceh tidak boleh melakukan perlawanan balik terhadap masyarakat yang menolak qanun tersebut, karena menurutnya wali Nanggroe yang disahkan tersebut justru berfungsi sebagai pemersatu, bukan malah sebaliknya.
“saya kira ini justru bagus sebagai ekspresi dari pemikiran yang berbeda, karena kata kunci dari wali Nanggroe adalah sebagai pemersatu, bukan sebaliknya, nantilah kalau mereka jumpai saya ada saran”lanjutnya.
Sebelumnya masyarakat dataran tinggi Gayo dan Barat selatan melakukan aksi unjuk rasa ke DPR Aceh, mereka menilai qanun wali nanggroe diskriminatif dan tidak mewakili aspirasi dari masyarakat suku minoritas di Aceh.
Selain itu Pasca pengesahan qanun wali nanggroe, isu pemekaran Aceh kembali mencuat, masyarakat gayo mengancam akan meminta pisah dari Aceh dan membentuk provinsi Aceh Lauser Antara (ALA) yang terdiri dari Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Hal yang serupa juga dilakukan masyarakat aceh dari pantai barat selatan, mereka juga menginginkan pisah dari Aceh dan membentuk provinsi baru yaitu provinsi ABAS yang terdiri dari Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Subulussalam, Aceh Singkil, dan Simeulue.