Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih berpeluang untuk merevisi kembali qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) yang disahkan DPR Aceh pada 2 November 2012 lalu.
Hal tersebut disampaikan ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah menanggapi banyaknya desakan masyarakat, terutama masyarakat Gayo dan Barat selatan Aceh yang meminta agar qanun wali Naggroe di batalkan karena tidak berpihak kepada suku minoritas di Aceh.
Hasbi mengatakan DPR Aceh tetap mendengarkan aspirasi dari semua kalangan masyarakat, Hasbi mengakui pasal yang bereluang di revisi terkait dengan pengaturan kemampuan bahasa bagi calon wali Nanggroe, namun Hasbi menegaskan qanun tersebut tetap harus ada karena amanah dari MoU Helsinki dan UUPA no 11 tahun 2006.
“kita menyahuti itu dan kita tetap membuka kemungkinan untuk merevisi itu, kita akan revisi dan merubah beberapa pasal, misalnya terkait bahasa Aceh, kita akan rubah”lanjutnya.
Sebelumnya masyarakat dataran tinggi Gayo dan Barat selatan melakukan aksi unjuk rasa ke DPR Aceh, mereka menilai qanun wali Nanggroe diskriminatif dan tidak mewakili aspirasi dari masyarakat suku minoritas di Aceh.
Selain itu Pasca pengesahan qanun wali nanggroe, isu pemekaran Aceh kembali mencuat, masyarakat gayo mengancam akan meminta pisah dari Aceh dan membentuk provinsi Aceh Lauser Antara (ALA) yang terdiri dari Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Hal yang serupa juga dilakukan masyarakat Aceh dari pantai barat selatan, mereka juga menginginkan pisah dari Aceh dan membentuk provinsi baru yaitu provinsi ABAS yang terdiri dari Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Subulussalam, Aceh Singkil, dan Simeulue.