Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Zakat Pengurang Pajak telah disampaikan oleh Pemerintah Aceh kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, hingga saat ini usulan tersebut belum disahkan oleh pemerintah pusat.
Tgk. Faisal Ali selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menegaskan, Aceh sebagai daerah yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah bisa menuntut diperbolehkannya pengurangan pajak atas pembayaran zakat.
“Mengapa? Karena ini dua kewajiban yang sama, satu kewajiban dalam agama, satu kewajiban dalam negara. Tidak mungkin seseorang itu dibebani dua kewajiban yang sama dan selevel,” ujarnya.
UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Pasal 192 menyebutkan zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang atas pajak penghasilan terutang dari wajib pajak. Hal yang sama diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang menyatakan zakat dan sumbangan keagamaan bisa menjadi pengurang pajak penghasilan (PPh).
Merujuk pada Undang-Undang tersebut diatas, masyarakat Aceh (muzakki) yang telah membayar zakat sebesar 2,5 persen seharusnya mendapatkan hak pengurangan pajak penghasilan sebesar zakat yang telah dia bayarkan, yaitu 2,5 persen. Namun yang terjadi, justru masyarakat Aceh terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Muhammad Iqbal Piyeung mengaku sangat kecewa dan mengatakan hal tersebut terjadi karena pemerintah pusat masih setengah hati memperjuangkan nasib rakyat Aceh terutama dalam mengimplementasikan undang-undang keistimewaan Aceh.
“Seharusnya pemerintah pusat secepatnya merespon permintaan dari Aceh karena ini kan undang-undang. Pemerintah pusat juga harus taat pada undang-undang,” ujarnya.
Dia mengatakan pemerintah pusat harus segera merealisasikannya melalui peraturan perundang-undangan. Pihaknya akan menyambung perjuangan yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh dengan kembali menyurati Kementerian Keuangan RI.
Sepakat dengan Iqbal, peneliti dan akademisi dari Universitas Syiah Kuala, Dr. Aliamin mengatakan zakat sebagai pengurang pajak merupakan amanah dari UUPA maka sudah seharusnya pemerintah pusat mematuhi dan wajib melaksanakan undang-undang tersebut. Menurutnya harus ada komunikasi yang intensif antara pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat.
“Meskipun sebenarnya dimaklumi bahwa pemerintah pusat itu agak keberatan, tapi ini kan konsekuensi dari pemberlakuan syariat Islam yang diperkuat dalam qanun. Kompromi ini yang saya lihat belum ada dari pemerintah Aceh, yaitu gagasan-gagasan yang cemerlang dari pemerintah Aceh tentang pemberlakuan orang yang membayar zakat dibolehkan untuk dikurangi pembayaran pajaknya,” ujarnya. (Lia Dali)