Ketua Dewan perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar mengundang Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) kota, para pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) dan para Camat se kota Banda Aceh Kamis (26/5/2023) di lantai tiga gedung DPRK Banda Aceh.
Pertemuan dihadiri, Ketua MPU Banda Aceh, Tgk. Damanhuri Basyir, Staf Ahli sekaligus Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Iskandar, Kadis Pariwisata, Said Fauzan, Kadis Syariat Islam, Ridwan, Kepala Satpol PP-WH, Muhammad Rizal, Kepala Sekretariat MPU, Rosdi, dan para Camat, serta jajaran Pemko lainnya.
Pertemuan tersebut membahas terkait pelaksanaan kegiatan keramaian yang berpotensi menyalahi izin dan melanggar syariat, termasuk belum adanya regulasi khusus yang mengatur teknis penyelenggaraan pegelaran seni dan budaya.
Dalam kesempatan itu, Farid menyampaikan, salah satu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan qanun yang merupakan produk hukum bersama antara Pemko dan DPRK Banda Aceh. Termasuk pengawasan terhadap penyelenggaraan event atau kegiatan keramaian yang telah mendapatkan izin dari pemerintah kota, khususnya terkait seni budaya.
Farid menuturkan, dari evaluasi dewan dan juga aspirasi yang disampaikan masyarakat, sering kali pelaksanaan kegiatan keramaian seperti konser seni dan budaya berujung timbulnya komplain dan protes dari warga karena dipandang berpotensi melanggar syariat atau kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Aceh.
“Oleh karena itu kita ingin mengevaluasi dan mengantisipasi agar ke depan pelaksanaan kegiatan yang telah memperoleh izin dari Pemko, pelaksanaannya sesuai regulasi dan kesepakatan saat pengurusan izin,” kata Farid.
Farid melanjutkan, dalam rapat itu disimpulkan bahwa salah satu penyebab terjadinya pelanggaran izin, karena belum adanya tim bersama yang bertugas di lapangan guna mengawasi dan meminimalisasi pelanggaran syariat Islam. Tim dimaksud terdiri atas DPMPTSP, MPU, Dinas Syariat Islam, Dinas Pariwisata, Satpol PP-WH dan pihak kepolisian.
“Kehadiran tim bersama sangat urgen agar terintegrasi pengawasan di lapangan, dan tidak saling menyalahkan serta melemparkan tanggung jawab ketika terjadi pelanggaran sebuah kegiatan, lalu viral dan mendapatkan komplain dari masyarakat. Karena itu dari awal pemko harus melakukan langkah antisipasi,” ujar Ketua DPD PKS Banda Aceh tersebut.
Farid menambahkan, para camat juga mengeluhkan adanya event atau kegiatan yang dilaksanakan oleh komunitas atau pihak tertentu dalam wilayah kecamatan, tanpa mengantongi izin dari pemerintah kota. Sehingga pihaknya bersama instansi terkait, kewalahan saat melakukan penertiban.
“Pemko melalui instansi terkait perlu melakukan sosialisasi secara masif bahwa pelaksanaan kegiatan (event) seperti konser dan pagelaran lainnya harus melakukan pengurusan izin, baik izin dari DPMPTSP, kepolisian maupun rekomendasi (arahan) dari MPU serta pihak lainnya,” kata Farid dalam forum tersebut.
Sementara Kepala DPMTSP Banda Aceh, Iskandar juga mengakui sampai saat ini belum ada aturan teknis terkait wewenang pengawasan jika terjadi pelanggar syariat Islam pada suatu event. Untuk saat ini pihaknya hanya bisa mengeluarkan izin sesuai dengan Peraturan Walikota No 24 Tahun 2022 tentang pendelegasian wewenang penyelenggaraan pelayanan perizinan berusaha dan non berusaha kepada DPMPTSP.
Ketua MPU Banda Aceh, Damanhuri Basyir juga menyampaikan bahwa pelaksanaan sebuah event yang dikeluarkan izin oleh pemko, perlu memperhatikan arahan yang dikeluarkan oleh MPU. Sebab pihaknya tidak berwenang untuk mengeluarkan rekomendasi terhadap pelaksanaan event keramaian seperti kegiatan seni dan budaya.
“EO harus memperhatikan arahan MPU. Karena MPU telah memberikan arahan dan nasehat (tausiyah) secara detail kepada pihak panitia sebelum pelaksanaan kegiatan. Bahkan panitia sudah menandatangani komitmen dengan MPU bahwa siap melaksanakan kegiatan tanpa melanggar syariat,” jelas Damanhuri Basyir yang juga Guru Besar bidang ilmu hadits pada UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Kasatpol PP WH kota Banda Aceh mengatakan, selama ini pihaknya dilibatkan dalam berbagai pengawasan di setiap event yang ada di kota Banda Aceh, salah satunya mengawasi para pengunjung agar tak bercampur baur laki-laki dan perempuan pada ring sebagai pembatasnya.
“Namun jumlah personil kami terbatas, ditambah lagi selama ini belum ada tim bersama. Sehingga kami agak kewalahan di lapangan, apalagi jika event yang melibatkan massa dalam jumlah yang sangat banyak,” kata M Rizal.
Farid menambahkan, forum menyepakati bahwa Pemerintah Kota Banda Aceh perlu melakukan evaluasi dan koordinasi lintas instansi terkait perizinan dan penyelenggaraan kegiatan keramaian khususnya seni dan budaya. Serta diperlukan koordinasi top leader seperti forkopimda agar penegakan syariat Islam tetap berjalan dalam agenda apapun.
Selain itu Pemko juga perlu memiliki data setiap event yang telah digelar sebagai acuan pemetaan (mapping) untuk mengevaluasi dan pemberian rekomedasi izin pada kegiatan selanjutnya.