Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh mengikuti sosialiasi draf perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Sosialisasi ini dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di lantai empat gedung DPRK Banda Aceh, Rabu (1/3/2023).
Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Ketua DPRA, H Dalimi, Ketua Tim Sosialisasi Revisi UUPA, Abdurrahman Ahmad, serta anggota Tim Sosialisasi, Reza Fahlevi Kirani dan Anshari Muhammad. Turut hadir Tim Advokasi Revisi UUPA dari DPRA, TM Nurlif, Arif Fadillah, Juanda Djamal, dan Syakya Meirizal.
Acara dibuka langsung oleh Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar, dihadiri Wakil Ketua DPRK, Isnaini Husda, dan sejumlah anggota DPRK Banda Aceh, yakni Musriadi, Safni, Danil Abdul Wahab, Iskandar Mahmud, Ramza Harli, Tuanku Muhammad, Sabri Badruddin, dan Tati Mutia Asmara.
Dalam kesempatan itu Farid menyampaikan, UUPA yang lahir pada tahun 2006 merupakan konsensus perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Lahirnya undang-undang tersebut setelah Aceh melalui dua peristiwa sejarah yakni konflik berkepanjangan dan musibah gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004.
Usai Aceh dihantam gelombang tsunami pada 2004, Pemerintah Republik Indonesia dan pihak GAM tergerak hati dan bersepakat untuk mengakhiri konflik yang ditandai dengan terjadinya penandatanganan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Dalam implementasi kesepakatan itu, dituangkanlah butir-butir MoU dalam suatu regulasi khusus yakni Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Farid mengatakan, dalam perjalanannya pengimplementasian UUPA masih banyak kendala. Apalagi konflik berkepanjangan yang mendera Aceh menyebabkan kelambanan dalam pembangunan insfrastruktur, ekonomi, hingga sumber daya manusia (SDM).
Politisi PKS ini menilai, butir-butir MoU dalam UUPA belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan sempurna. Oleh karena itu, perlunya melakukan revisi UUPA untuk memaksimalkan realisasinya.
“Saya yakin, tujuan perubahan UUPA ini untuk penguatan agar Aceh menjadi lebih maju dan sejahtera,” kata Farid.
Farid berharap agar proses revisi UUPA tersebut dilakukan berdasarkan kajian dan evaluasi, serta analisis terhadap berbagai problematika yang selama ini menyebabkan realisasi UUPA berjalan tidak maksimal.
“Mudah-mudahan dalam sosialisasi perubahan draf UUPA ini, kita berharap ada hasil yang maksimal dan melahirkan rekomendasi bersama demi penguatan UUPA dan memperkuat kewenangan dan kekhususan Aceh,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRA, H Dalimi, mengatakan, setelah belasan tahun diberlakukan, UUPA sangat perlu direvisi agar dapat diimplementasikan sesuai dengan kondisi Aceh saat ini. Untuk dilakukan penyesuaian, lanjut Dalimi, DPR RI juga sudah berinisiatif memasukkan UUPA dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
“Sebelum dilakukan pembahasan perubahan UUPA tersebut, pemerintah bersama DPR-RI sudah dulu melakukan konsultasi dan mendapat pertimbangan dari DPRA,” ujarnya.
Dalimi mengatakan, hal itu sesuai dengan amanat Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang menjelaskan bahwa, rencana pembentukan UU anggota legislasi Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh.