Anggota DPR Aceh Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi mengaku kecewa lantaran kegiatan pelatihan kebencanaan melalui Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dilaksanakan tanpa koordinasi.
Kegiatan tersebut di proyeksikan untuk PMI Aceh dan alokasi anggaran senilai Rp 500 juta pada APBA 2022, diplot melalui Sateker Badan Penanggulan Bencana Aceh (BPBA).
Namun, pelaksanaan kegiatan tersebut telah berlangsung sejak pekan lalu untuk gelombang pertama di salah satu hotel di Aceh Tamiang.
“Ini usulan saya pada tahun ini. Karena pentingnya pelatihan kebencanaan di Aceh Tamiang dan kita harap melalui PMI Aceh karena lebih mumpuni dibidang kebencanaan,” sebut Asrizal, Selasa (18/10/2022).
Asrizal mengaku kaget ketika dirinya mendapat informasi, pelaksana kegiatan bukan PMI Aceh. Melainkan sebuah organisasi yang menjadi pihak ketiga berdasarkan penunjukkan BPBA.
Hendaknya, kata Asrizal, Satuan Kerja (Satker) terkait, berkoordinasi dengan dirinya sebagai pengusul program.
Terlebih, penunjukan lembaga Karst Aceh tanpa ada selembar rekomendasi dari Asrizal, selaku pengusul Pokir dimaksud.
Sebagai lembaga pelaksana, Krast Aceh tidak pernah menghubungi dirinya untuk berkoordinasi, sehingga Asrizal tidak hadir pada pembukaan acara.
Parahnya, aku dia, siapa peserta dari kegiatan yang menelan anggaran setengah miliar itu, Asrizal tidak mengetahui siapa saja.
Ia melanjutkan, bahwa ketersediaan anggaran tidak menunjuk siapa pelaksana. Melainkan, harus dilakukan oleh lembaga kemanusiaan yang teruji di bidang kebencanaan.
Parahnya, tambah dia, kegiatan tersebut telah dilakukan untuk gelombang pertama di Aceh Tamiang tanpa sepengetahuan dirinya.
“Saya dapat info dari kawan-kawan di Aceh Tamiang. Kegiatan ini berlangsung dalam tiga gelombang dan tidak ada koordinasi sama sekali,” beber Asrizal.
Dia menamsilkan, bila satu gelombang pelatihan dengan peserta 60 orang. Maka tiga gelombang terdapat 180 orang peserta dari Kecamatan Karang Baru, Seruway dan Bendahara.
Bahkan, lanjut Asrizal, info yang dirinya himpun pihak pelaksana tidak menginapkan peserta di hotel tempat berlangsungnya kegiatan.
Hal ini patut dicurigai terjadi mark-up anggaran yang besarnya mencapai 500 juta tersebut.