Pernyataan Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Tgk H Mujiburrahman, bahwa penerapan Syariat Islam di Aceh telah gagal adalah statemen paling berani dan telah lama ditunggu-tunggu oleh publik lokal, nasional dan internasional.
“Selama ini tak ada pejabat lembaga agama yang berani menyentuh aspek kegagalan syariat Islam di Aceh. Semua agaknya pada takut bersuara, padahal nyata sekali bermasalah. Kami apresiasi Prof Mujib yang sangat berani,” kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, kepada awak media di Banda Aceh, Minggu (7/8/2022).
Safaruddin menyebutkan, Syariat Islam yang diterapkan harus mengacu pada konsep Maqasid Syariah, yaitu: terjamin keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
“Sekarang kita lihat di Aceh rakyat kesulitan mendapatkan akses materi atau harta. Sementara pejabat kaya-kaya. Aceh adalah termiskin di Sumatera. Ini fakta yang kronis,” kata Safar yang juga Ketua Tim Pengacara Muslim Wilayah Aceh.
Safaruddin menambahkan, ada laporan yang menyebutkan bahwa penutupan bank konvensional sebagai bank yang selama ini memudahkan bantuan modal usaha bagi UMKM di pedesaan dan rendah benefit, menjadi salah satu penyebab yang memperparah tingkat kemiskinan di Aceh.
“Akses rakyat jelata untuk mendapatkan modal usaha (harta) yang rendah bunga sangat sulit. Makanya rentenir menjamur”, katanya.
Safaruddin melanjutkan, dalam aspek akal atau pendidikan demikian juga. “Mutu atau kualitas pendidikan Aceh pada tahun 2021 berada di peringkat 25, di bawah Papua Barat. Nah, adakah yang peduli soal ini? Tidak ada,” kata Safar.
Untuk itu, Safaruddin menyarakan agar Dinas Syariat Islam di Aceh dibubarkan saja, dalam artian norma syariat Islam harus ada pada semua dinas (SKPA/SKPD) di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Semua SKPA atau dinas adalah bagian dari syariat Islam. Jadi tak perlu ada Dinas Syariat Islam secara khusus. Konsep ini pernah diutaran Prof Yusny Saby dalam pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam di Banda Aceh bulan Juli 2022 lalu,” kata Safaruddin.
“Maksud kami, di Aceh harus ada Dinas Syariat Islam bidang Pendidikan, Dinas Syariat Islam bidang PU, Dinas Syariat Islam bidang Pemberdayan Perempuan-Anak, Dinas Syariat Islam bidang Pertanian, Dinas Syariat Islam bidang Sosial dan seterusnya,” Safaruddin mencontohkan.
“Jadi tak perlu Dinas Syariat Islam secara khusus. Itu tong kosong. Makanya implementasi Syariat Islam di Aceh tidak maksimal,” tutup Safaruddin.