Anggota DPR RI Asal Aceh yang juga anggota Banleg DPR RI, Illiza Saaduddin Djamal mengakui bahwa rencana revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2019-2024, namun hingga kini belum ada pembahasan kelanjutannya.
Menurut Illiza revisi UUPA sudah tidak mungkin dilakukan pada tahun 2022 ini, oleh karenanya ia berharap pemerintah Aceh dan DPRA bisa Bersama-sama menyiapkan naskah akademiknya sehingga revisi UUPA bisa dimasukkan dalam Prolegnas tahun depan.
“Yang pastinya kita semua bersama-sama konsen untuk revisi UUPA ini ya, terutama terkait dengan dana Otsus, bagaimana dana ini bisa permanen untuk Aceh, begitu juga dengan hal-hal lain yang perlu dikomunikasikan dulu dan disepakati bersama sehingga tidak memunculkan pro dan kontra,” ujarnya.
Illiza mengaku juga sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada pimpinan Banleg DPR RI dan juga pembahasan di tingkat Forbes DPR/DPD RI Asal Aceh sehingga semua punya pandangan yang sama terkait dengan revisi UUPA.
“Yang jelas disepakati dulu bersama substansi perubahannya apa? dan disusun dalam naskah akademik agar lebih cepat. DPRA dan Pemerintah Aceh agar merampungkan ini dulu. Saya Bersama TA Khalid di Banleg DPR RI berharap hal yang sama, dan berharap dukungan teman-teman DPR RI dan DPD RI lainnya untuk mendorong ini,” tambahnya.
Sementara itu Pengamat Politik Fajran Zein mendorong pemerintah untuk konsisten mengimplementasikan poin-poin yang ada dalam MoU Helsinki yang dijabarkan dalam UUPA.
Terkait rencana revisi UUPA, Fajran mengaku ada hal lain yang lebih mendesak dibandingkan revisi UUPA, yaitu menyelesaikan produk turunan dari UUPA itu sendiri, karena ada sejumlah kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah Aceh untuk melahirkan naskah turunan UUPA belum dituntaskan.
“Ada sejumlah PP yang belum selesai, ada 58 qanun dan sisa 11 qanun lagi yang belum diselesaikan. Karena kalau revisi semata-mata karena kegelisahan dana otsus mau habis maka ini naif, karena kalau bisa dioptimalkan perintah UUPA itu sendiri, maka itu sudah lebih dari dana Otsus, maka perlu optimalisasi dulu yang sudah ada baru bicara revisi,” ujarnya.
Fajran mengaku khawatir revisi UUPA justru akan mengerus kekhususan Aceh yang sudah ada, karena revisi akan melalui proses politik di Jakarta. Oleh karenanya jika direvisi harus ada usulan draf dari Aceh yang harus terus dikawal dan ada jaminan tidak akan diotak-atik lagi.