Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Krueng Aceh menyebutkan sedikitnya 251.000 hektar di Provinsi Aceh dalam kondisi kritis. Jika dalam setahun hanya mampu direhab 1.000 hektar maka butuh 250 tahun untuk memulihkan semua. Namun dengan kolaborasi pemulihan akan lebih cepat.
“Aceh memiliki 251.000 hektar lahan kritis, lokasinya di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan,” kata Staf BPDAS-HL Krueng Aceh, Ridwan Iriadi, dalam forum Evening Talk dengan tema ‘Deforestasi Hutan Aceh, Kita Bisa Apa?’ di Sekretariat FJL Aceh, Senin (21/3/2022). Diskusi itu digelar oleh Forum Jurnalis Lingkungan dan Aceh Green Conservation.
Ridwan mengatakan titik-titik kerusakan tersebar mulai dari Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, dan Blangkejeren. Sementara paling banyak berada di Aceh tengah.
Ridwan menyampaikan, untuk mengatasi dan mencegah kerusakan yang lebih parah, perlu keterlibatan semua pihak dalam upaya restorasi hutan.
Selama ini BPDASHL, kata Ridwan hanya mampu merehab 1.000 hektar setahun. Jika hanya mengandalkan pemuliham oleh BPDSHL, maka butuh waktu 250 tahun. Di sisi lain laju kerusakan di titik lain tidak terbendung.
“Perlunya penyadartahuan masyarakat tentang fungsi dan wilayah hutan. Kesadaran dan pengetahuan ini diharapkan dapat mengurangi perambahan dan pembalakan liar,” ujarnya.
Senada dengan itu, Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, M Nasir mengatakan, ada beberapa faktor penyebab tingginya angka deforestasi di Aceh.
“Ketidakmampuan masyarakat membedakan jenis hutan adalah salah satu penyebab. Kemudian, inkonsistensi antara aturan dan praktik yang diterapkan pemerintah,” kata Nasir.
Walhi menilai permasalahan ini dapat diselesaikan dengan perbaikan tata kelola hutan dan mendorong kearifan masyarakat lokal melalui aturan adat.
Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh selaku penyelenggara acara diskusi menuntut perhatian penuh dari pemerintah terkait permasalahan deforestasi di Aceh.
“Pemerintah memiliki regulasi, anggaran, dan aparatur untuk menyelamatkan hutan Aceh. Semestinya pemerintah berada di garis utama dalam menyelamatkan hutan,” kata Koordinator Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Zulkarnaini Masry.
Forum Evening Talk digelar oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh didukung oleh Aceh Green Conservation (AGC).
Acara tersebut juga turut dihadiri Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), World Resources Indonesia (WRI), Conservation Response Unit (CRU) Aceh, dan juga beberapa komunitas mahasiswa.