Polda Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Beasiswa, MaTA: Belum Menyentuh Aktor

Kepolisian Daerah Aceh resmi menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi beasiswa Pemerintah Aceh Tahun 2017.

Ketujuh orang tersangka tersebut masing-masing, SYR selaku PA, FZ selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), RSL selaku KPA, FY sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), SM, RDJ dan RK sebagai koordinator lapangan (Korlap).

Menaggapi penetapan tersangka dalam kasus yang telah menjadi perhatian serius public di Aceh itu, Masyarakat Transpransi Aceh (MaTA) menyampaikan sejumlah catatan kritis nya.

Koordinator MaTA Alfian mengatakan, penetapan tersangka dalam kasus korupsi beasiswa yang telah diumumkan oleh pihak Polda Aceh, terfokus pada “oknum pelaku” di level kebijakan administrasi dan belum menyentuh pada aktor “pemilik modal” yang terlibat sejak awal dari perencanaan, penganggaran, dan mengusul nama nama penerima beasiswa.

Selanjutnya menurut MaTA, setidaknya ada 23 Orang dengan istilah mareka, Koordinator /Perwakilan dari Anggota DPRA yang memiliki kewenangan dalam kasus beasiswa kepada mahasiswa. Menurut MaTA, lahirnya istilah koordinator/perwakilan anggota DPRA, berdasarkan perintah atau desain actor, karena ditingkatan tersebut pemotongan/korupsi beasiswa terjadi. selanjutnya kalimat koordinator/perwakilan tersebut tidak dikenal dalam administrasi negara atau daerah.

“Sehingga Polda Aceh penting dan patut mengembangkan penyidikan berlanjut terhadap keberadaan 23 orang tersebut. siapa yang memberikan kewenangan bagi mareka dan atas perintah siapa,” ujarnya.

Selanjutnya dalam hal penetapan Tersangka yang telah diumumkan, atas inisial RK, disangkakan bukan atas sebagai Koordinator/perwakilan dari Anggota DPRA, akan tetapi inisial tersebut sebelumnya juga menerima beasiswa pendidikan dan kembali mendapatkan beasiswa di tahun 2017.

“Karena menerima dua kali beasiswa dan ini bertentangan dengan Pergub 58 Tahun 2017. Kemudian pertayaannya adalah atas inisial tersebut, siapa anggota DPRA yang telah memerintahkan RK?,” ujarnya.

Yang menjadi catatan selanjutnya kata Alfian, Kasus korupsi beasiswa Aceh secara kontruksi kasus tidak akan selesai kalau ada upaya aktor “diselamatkan”. Seharusnya kemauan yang kuat bagi Polda untuk mengusut secara utuh aktornya, sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik, kalau politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum dan ini sangat berimplikasi pada kepercayaan publik. Padahal kata dia, modus pemotongan dalam kasus kejahatan luar biasa dengan sangat mudah untuk mengusutnya.

Selanjutnya MaTA mempertanyakan kepada Polda Aceh, apa urgensinya sehingga kasus korupsi beasiswa tidak diusut secara utuh dan upaya “mengamankan” aktor sejak awal sangat kelihatan ( sudah 3 kepemimpinan Polda). Padahal publik sudah sangat sabar menunggu atas kinerja penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dan ini menjadi tanda tanya publik  sejak dulu.

“Perlu political Will yang kuat untuk Kapolda Aceh dalam menyelesaikan kasus korupsi beasiswa secara utuh dan kami percaya kasus korupsi tersebut tidak berdiri pada orang orang di level kebijakan administrasi saja akan tetapi sebagai “pemilik modal” aktor patut di tetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersendera oleh kasus tersebut,”pungkasnya.

Kronologi Kasus

Sebelumnya, Polda Aceh tengah mengusut dugaan korupsi beasiswa yang diduga dilakukan anggota DPR Aceh.

Kabid Humas Polda Aceh saat itu Kombes Ery Apriyono mengatakan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh memiliki anggaran untuk beasiswa dengan pagu anggaran Rp 21,7 miliar pada 2017. Beasiswa diplot oleh sejumlah anggota DPR Aceh.

“Terhadap kegiatan beasiswa Pemerintah Aceh Tahun 2017 tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 58 Tahun 2017 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh dan Petunjuk Teknis Beasiswa Aceh Tahun 2017 yang diterbitkan oleh BPSDM Aceh,” kata Ery kepada wartawan, Kamis (3/11/2020).

“Kegiatan tersebut telah dilakukan realisasi anggaran kepada 803 orang penerima dengan jumlah anggaran sebesar Rp 19,8 miliar,” jelas Ery.

Dalam praktiknya, ada oknum anggota DPRA yang diduga memotong jumlah beasiswa yang diterima mahasiswa.

Penyidik Polda Aceh kemudian memeriksa 16 mantan anggota DPR Aceh terkait dugaan korupsi beasiswa dari Pemprov Aceh. Mereka yang sudah diperiksa adalah anggota DPR Aceh periode 2014-2019.

Dalam kasus itu, polisi telah memeriksa puluhan saksi. Enam anggota DPR Aceh periode 2019-2024, yakni AA, AM, HY, IUA, YH, dan ZF, juga telah dimintai keterangan sebagai saksi.

Beberapa eks anggota DPR Aceh tidak dapat diperiksa karena meninggal dunia dan sakit parah menahun

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads