Eksekusi putusan pengadilan terhadap kasus Dr. Saiful Mahdi yang memvonisnya 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta atas kritikannya di grup internal kampus Universitas Syiah Kuala telah berlangsung hari ini, 2 September 2021. Dr. Saiful Mahdi didampingi kuasa hukumnya dari LBH Banda Aceh dan diantar oleh para akademisi lintas kampus, jaringan masyarakat sipil, dan mahasiswanya, tiba di Kejaksaan Negeri Banda Aceh tadi siang untuk menyelesaikan urusan administrasi pelaksanaan putusan pegadilan.
Pada kesempatan ini, Kejaksaan Negeri Banda Aceh sebagai pihak yang mengeksekusi putusan pengadilan menentukan bahwa Dr. Saiful Mahdi akan menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro. Setelah lokasi pelaksanaan pidana penjara ditentukan, Dr. Saiful Mahdi dibawa ke Lapas Lambaro sekira pukul 15.00 WIB.
Di Lapas Lambaro, Dr. Saiful Mahdi disambut langsung oleh Kepala Lapas Kelas IIA Banda Aceh, Drs. S. Mahdar. Pada kesempatan ini LBH Banda Aceh sebagai pendamping hukum, menyempatkan diri untuk memastikan aktivitas mengajarnya selaku dosen yang mengampu beberapa mata kuliah di Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala bisa tetap berlangsung selama menjalani pidana penjara.
Permintaan ini secara tegas dipastikan oleh S. Mahdar selaku Kalapas. Menurutnya Lapas Kelas IIA Banda Aceh punya fasilitas lengkap untuk memenuhi keperluan Dr. Saiful Mahdi selaku dosen. S. Mahdar menjamin proses mengajar Dr. Saiful Mahdi sama sekali tidak terganggu.
“Di sini kita punya fasilitas untuk itu. Fasilitas internet tersedia, begitu juga alat-alat untuk mengajar secara online,” terangnya.
“Persoalan mengajar Pak Dosen, kami kira tidak akan jadi hambatan selama di sini. Kita akan memfasilitasinya. Tinggal jadwal dan teknisnya bisa dibicarakan lagi nanti bersama petugas,” tutup S. Mahdar kepada pendamping hukumnya di hadapan beberapa awak media yang turut meliput.
Usai proses eksekusi putusan pengadilan ini berakhir, Syahrul, Direktur LBH Banda Aceh mewakili Tim Kuasa Hukum yang ditunjuk mengemukakan kepada para awak media bahwa apa yang berlaku hari ini adalah sebuah ironi di luar akal sehat.
“Di Hari Pendidikan Aceh, 2 September ini, seorang dosen yang juga pejuang antikorupsi dan kebebasan akademik malah dipenjara. Kita datang ke kejaksaan hari ini bukan berarti ditundukkan, tetapi sebagai bentuk kepatuhan sebagai warga negara. Namun di sisi lain kita akan berupaya untuk mencari jalan, melakukan perlawanan dan membuktikan ke publik bahwa kritik itu bukan hal yang haram, mudah dipidana. Meski lagi-lagi sistem kita sedang tidak sehat.”
“Kami dikalahkan, tapi tidak takluk,” katanya menutupi pernyataannya.