Irwan Djohan Minta Pemkab Aceh Besar Pindahkan 8 ODP yang Dikarantina di Pinggir Krueng Jalin

Anggota DPR Aceh Teuku Irwan Djohan berharap kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk segera memindahkan delapan pemuda berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19 yang kini menjalani karantina di pinggir sungai Krueng Inong, Gampong Jalin, Kota Jantho, ke lokasi yang lebih layak.

Irwan menegaskan, setiap orang yang berstatus ODP tidak boleh bertemu dengan siapapun kecuali tenaga medis. Kemudian harus menjaga jarak, memakai masker dan menempati kamar yang terpisah selama 14 hari.

“Selama terjadinya wabah Covid-19 ini, bukan hanya ODP, tapi siapapun harus selalu jaga jarak dengan orang lain dan tetap memakai masker. Tapi hal itu tidak diperhatikan oleh Dinas Kesehatan Aceh Besar. Malah para pemuda itu tetap menerima kunjungan orang lain dan keluarganya yang harus mengantarkan bekal,” ujarnya.

Irwan menyebutkan, Para pemuda ODP yang melakukan karantina mandiri dengan mendirikan tenda itu baru tiba dari Jakarta pada tanggal 30 Maret 2020, karena sudah tidak bisa bekerja lagi di Jakarta akibat merebaknya virus corona.

“Mirisnya, para ODP itu tidak bisa melakukan karantina di rumah keluarganya sendiri karena ada penolakan dari warga yang khawatir dengan keberadaan mereka,” lanjut Irwan.

Saat ini kata Irwan, data pada Dinas Kesehatan Aceh, terdapat lebih dari 70 orang warga Aceh Besar yang berstatus ODP.

Puluhan ODP di Aceh Besar itu hanya diimbau untuk melakukan karantina mandiri, sehingga ada yang di rumah dan di luar rumah tanpa pengawasan yang ketat.

Irwan berharap kepada Forkopimda Aceh Besar untuk segera berkoordinasi guna menyiapkan fasilitas karantina yang layak bagi warganya yang berstatus ODP.

“Begitu juga pemerintah kabupaten dan kota lainnya di seluruh Aceh, agar menyiapkan fasilitas karantina terpusat (massal) yang dilindungi oleh aparat keamanan dan dipantau tenaga medis,” tambah Irwan.

Irwan juga menyampaikan apresiasi apa yang dilakukan oleh Pemko Subulussalam yang menyewa hotel khusus bagi warganya yang berstatus ODP. Juga Pemko Lhokseumawe yang memberikan biaya hidup Rp 200 ribu per hari untuk semua ODP.

“Memang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan fasilitas karantina. Karena tidak boleh lagi ada ODP yang melakukan karantina mandiri, apalagi jika tidak diberikan biaya hidup,” lanjutnya.

Saat ini kata Irwan, Aceh sedang menghadapi gelombang mudik ribuan warga Aceh dari luar yang jumlahnya akan terus meningkat menjelang bulan Ramadhan.

Karena menurutnya, Pemerintah Aceh belum mampu menghentikan penerbangan komersial yang masih masuk ke Aceh setiap hari. Begitu juga bus-bus antar provinsi yang masih masuk ke Aceh, maka satu-satunya kebijakan yang bisa diandalkan untuk mencegah penularan virus corona adalah membangun pusat-pusat karantina massal di setiap kabupaten dan kota.

“Jika arus manusia masih masuk ke Aceh setiap hari, dan mereka yang masuk itu tidak difasilitasi untuk melakukan karantina secara ketat, maka dampaknya nanti akan berbahaya. Bukan saja membuka peluang untuk penularan virus yang tidak terkendali, tapi juga menjadi sumber konflik sosial antar masyarakat,” ujarnya.

Irwan menjelaskan, Kejadian yang dialami oleh delapan ODP di Aceh Besar tersebut, disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap orang yang berstatus ODP. Masyarakat yang terlalu panik langsung memvonis bahwa semua orang yang baru tiba dari luar Aceh sebagai pembawa virus corona.

“Apabila pemerintah tidak melakukan upaya sosialisasi dan edukasi, saya khawatir bisa menimbulkan gejolak sosial bahkan konflik di tengah masyarakat. Karena itu saya mohon kepada seluruh jajaran pemerintah, mulai dari provinsi sampai kabupaten kota untuk terus meningkatkan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat tentang Covid-19 ini,” tutup Irwan.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads