Ombudsman RI Perwakilan Aceh menerima berbagai pengaduan dari masyarakat mengenai dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Ombudsman menerima tidak kurang dari 132 laporan dalam kurun waktu ahun 2019, dan setelah melalui proses verifikasi, sebanyak 128 laporan yang dapat ditindaklanjuti karena memenuhi syarat formil dan materil. Selain itu juga terdapat 16 konsultasi non laporan yang masuk dan terdata.
Instansi yang banyak dilaporkan yakni: Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 53 laporan. Menyusul instansi lainnya yaitu: Pemerintah Provinsi Aceh 22 laporan, POLRI 13 laporan, BUMN/BUMD 11 laporan dan Badan Pertanahan Nasional 7 laporan.
Dibandingkan tahun 2018 lalu, jumlah pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman Aceh mengalami penurunan. Pada tahun 2018 terdapat 135 pengaduan yang diterima Ombudsman RI Aceh. Sedangkan pada tahun 2019, laporan yang diadukan menjadi 128 kasus.
Kepala Bidang Penyelesaian Laporan, Ayu Parmawati Putri, menyebutkan penurunan jumlah laporan yang diterima tahun ini dikarenakan terdapat mekanisme baru pada proses penerimaan dan verifikasi laporan (PVL) di Ombudsman.
Selain itu kata dia, penurunan laporan juga dapat diartikan adanya peningkatan kualitas dan telah ada perbaikan pelayanan publik. Kata dia, dominasi dugaan maladministrasi yang banyak diterima oleh Ombudsman RI Aceh yaitu berupa perlakuan tidak patut, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut.
Sementara substansi yang paling banyak diadukan adalah masalah kepegawaian, diikuti oleh masalah pertanahan, kepolisian, kesehatan dan Pendidikan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh Taqwaddin Husin mengakui bahwa pihaknya selain menyelesaikan laporan berbasis pengaduan masyarakat, juga melakukan upaya mencegah terjadinya maladministrasi dalam berbagai sektor pelayanan publik.
Pada tahun 2020 Ombudsman RI Aceh akan fokus mendorong Pemerintah Aceh untuk lebih serius melakukan upaya meminimalisir angka kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui optimalisasi Uji Kompetensi Guru (UKG).